kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.930   0,00   0,00%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Setelah Divestasi Rampung, Vale Indonesia (INCO) Lanjutkan Pembangunan Smelter


Minggu, 06 Agustus 2023 / 14:44 WIB
Setelah Divestasi Rampung, Vale Indonesia (INCO) Lanjutkan Pembangunan Smelter
ILUSTRASI. Karyawan menyiapkan nikel kering yang akan dikemas sebelum diekspor di pabrik pengolahan milik PT VALE Indonesia di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (28/7/2023).


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) telah menetapkan agenda bisnis setelah proses divestasi rampung pada 2025 mendatang. Rencana ini sejatinya telah ditetapkan sebelumnya sebagai program bisnis jangka menengah hingga panjang INCO. 

Direktur Keuangan Vale Indonesia, Bernardus Irmanto mengatakan, fokus Perusahaan dalam 3-5 tahun ke depan ialah mengeksekusi semua program investasi yang telah mendapatkan persetujuan pemegang saham di Blok Pomalaa, Bahodopi, dan Sorowako. 

“Adapun kebutuhan pendanaan untuk mengeksekusi rencana investasi ini dengan menggunakan kas internal dan pembiayaan melalui utang atau obligasi,” kata diakepada Kontan.co.id, Minggu (6/8). 

Dalam catatan Kontan.co.id, saat ini INCO sedang menggarap tiga proyek jumbo dengan total investasi senilai US$ 9 miliar atau Rp 140 triliun (Kurs Rp 15.600 per dolar AS). Ketiga proyek itu ialah Sorowako Limonite senilai US$ 2 miliar, Smelter Bahodopi US$ 2,5 miliar, dan Smelter Pomalaa US$ 4,5 miliar. 

Baca Juga: Soal Divestasi Saham Vale Indonesia (INCO), MIND ID Berharap Punya Hak Kontrol

Jika ketiga proyek ini disatukan Vale dapat memproduksi 165.000 ton produk nikel. Khusus untuk smelter Bahodopi dan smelter Pomalaa akan menghasilkan Mix Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mix Sulphide Precipitate (MSP) yang akan menjadi bahan baku komponen baterai dalam mobil listrik.

Salah satu proyek yang menjadi tonggak penting bisnis Vale ke depan ialah Smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. 

Lewat kongsi dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co Ltd, Vale Indonesia membangun proyek dengan total paket investasi yang terdiri dari pabrik HPAL dan tambang mencapai Rp 67,5 triliun. Proyek yang akan memproduksi 120.000 ton nikel dalam Mix Sulphide Precipitate (MSP) pertahun ini melibatkan 12.000 tenaga kerja untuk konstruksi. 

Tidak heran jika proyek ini menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) dan disebut sebagai proyek HPAL terbesar. 

Baca Juga: Menteri ESDM: Divestasi Saham Vale Tinggal Finishing

Saat ini, Vale Indonesia semakin serius meninggalkan pembangkit batubara yang menghasilkan banyak emisi. Sebelumnya, manajemen INCO pernah membatalkan proyek konversi batu bara yang dapat menekan potensi tambahan emisi karbon sebesar 200.000 ton CO2 ekuivalen per tahun. 

Pada proyeknya terkini, Vale akan memanfaatkan gas bumi di pabrik pengolahan nikel beserta fasilitas pendukunganya di Sambalagi, Morowali, Sulawesi Tengah.

Sebagai informasi, proyek Blok Bahodopi ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu proyek penambangan dan pembangunan pabrik pengolahan atau smelter. Proyek Blok Bahodopi meliputi Kontrak Karya Vale Indonesia seluas 16,395 hektare di Blok 2 dan Blok 3 Bahodopi.

Nantinya, material bijih dari area penambangan di Bahodopi Blok 2 dan 3 akan diangkut menggunakan transportasi laut ke lokasi pabrik di Sambalagi.

Baca Juga: Soal Akuisisi Vale Indonesia, Pemerintah Disarankan Selaraskan ESG yang Sudah Baik

Fasilitas pengolahan nikel di Sulawesi Tengah ini akan terdiri dari delapan lini Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF) dengan perkiraan produksi sebesar 73.000 metrik ton nikel per tahun beserta fasilitas pendukungnya.

Vale bersama Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co., Ltd (Tisco) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai) sepakat tidak menggunakan batubara. Pabrik di Sambalagi ini akan menjadi yang pertama di Indonesia yang menggunakan gas dan karbon intensitas terendah kedua setelah yang di Sorowako

INCO masih mencari sumber gas alam cair (LNG) yang akan digunakan sebagai sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) di Smelter Bahodopi. 

Kontan.co.id pernah melaporkan, berdasarkan hasil studi kelayakan total kebutuhan LNG diperkirakan mencapai 22 juta ton MMBTU per tahun untuk menyalakan PLTG berkapasitas 500 MW. 

Irmanto mengatakan, kebutuhan LNG untuk proyek di Bahodopi sedang dalam proses negosiasi dengan pemasokan potensial (potential supplier) yang difasilitasi oleh SKK Migas. 

Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) Masih Kaji Kewajiban Parkir DHE

Melansir laporan INCO pada kuartal II 2023, INCO memproduksi 16.922 metrik ton (MT) atau tumbuh 35% Year on Year (YoY). CEO Vale Indonesia, Febriany Eddy mengatakan, hasil ini sejalan dengan target produksi tahunan grup sebanyak 70.000 MT nikel dalam matte. 

 ”Kami berhasil mempertahankan laba positif berkat kelancaran pelaksanaan operasi kami,” ujar Febriany dalam keterangan resmi, Jumat (28/7). Febriany bilang, ke depannya, Vale akan terus berupaya untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya.

Sampai dengan semester I 2023, INCO mencatatkan pendapatan US$ 628,9 juta atau tumbuh 17% dibandingkan semester I 2022 senilai US$ 564,5 juta. Naiknya pendapatan ini terutama didorong volume pengiriman yang lebih tinggi sebesar 6.208 metrik ton di periode ini. 

Baca Juga: Intip Kinerja Operasional Vale Indonesia (INCO) yang Moncer di Semester I-2023

Namun demikian, beban pokok pendapatan INCO turut meningkat dari sebelumnya US$ 356,3 juta di semester I 2022 menjadi US$ 438,4 juta disebabkan konsumsi bahan bakar dan harga diesel yang lebih tinggi. 

Untuk menanggulangi persoalan tersebut, sejak April 2023,  INCO memutuskan untuk mengalihkan sumber energi untuk burner dari High Sulphur Fuel Oil (HSFO) ke batubara, didorong oleh penurunan harga batubara. 

Hal ini tercermin dari penggunaan HSFO pada triwulan II atau April-Juni 2023 sebesar 363.865 barel atau lebih kecil dibandingkan triwulan I atau Januari-Maret 2023 sebanyak 557.543 barel. 

Sedangkan konsumsi batubara di triwulan II 2023 sebanyak 91.612 ton atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2023 sebanyak 50.923 ton. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×