Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara yang tercermin dalam Harga Batubara Acuan (HBA) Februari 2020 naik tipis dibanding HBA Januari. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mematok HBA Februari sebesar US$ 66,89 per ton.
Angka itu naik 1,45% dibandingkan HBA Januari yang ada di angka US$ 65,93 per ton. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengungkapkan, kondisi pasar global masih menjadi faktor dominan.
Baca Juga: Adaro Energy (ADRO) fokus selesaikan proyek PLTU di tahun ini
China, masih memegang peranan besar. Menurut Agung, kenaikan HBA dipengaruhi oleh berkurangnya pasokan batubara dari tambang di Negeri Tirai Bambu tersebut. Hal itu terjadi setelah libur Tahun Baru Imlek dan juga terpengaruh oleh merebaknya wabah virus corona.
"Naiknya HBA Februari dipengaruhi oleh berkurangnya pasokan batubara dari tambang di China setelah libur Imlek dan adanya penyebaran virus (corona)," kata Agung, Selasa (4/2).
Di sisi lain, terjadi juga penurunan produksi batubara dari Australia lantaran bencana kebakaran hutan di Negeri Kanguru itu. "Sementara itu permintaan batubara meningkat selama musim dingin di China, Jepang dan Korea Selatan," sambung Agung.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, penguatan HBA terjadi lantaran meningkatnya permintaan akibat musim dingin. Di sisi lain, pasokan dari negara eksportir seperti Indonesia belum maksimal karena faktor curah hujan.
Baca Juga: Berniat akuisisi, ABM Investama kaji tambang batubara potensial di seluruh Indonesia
Sementara itu, pasokan dari negara eksportir lainnya seperti Australia juga mengalami gangguan. Kondisi ini, kata Hendra, mendorong penguatan harga.
"Biasanya musim dingin tren demand meningkat, kemudian supply belum maksimal karena faktor curah hujan, dan di Australia kemarin gangguan bush fire," kata Hendra saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (4/2).
Lebih lanjut, Hendra pun melihat bahwa faktor ekonomi global dan juga wabah corona ikut berdampak pada pembentukan kondisi tersebut. "Ketidakpastian perekonomian global tentu punya dampak termasuk merebaknya corona. Jika meluas dan berkepanjangan akan berpengaruh terhadap energy demand khususnya di Tiongkok," jelasnya.
Seperti diketahui, HBA dibentuk dari empat variabel, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Global Coal Newcastle Index (GCNC), dan Platss 5900 GAR dengan bobot masing-masing 25%.
HBA diperoleh dari rata-rata keempat indeks tersebut pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6.322 kcal/kg GAR.
Baca Juga: Menperin: Hilirisasi bisa gaet investor dan mengerek ekspor
Sebagaimana yang dicatat Kontan.co.id, rata-rata HBA sepanjang 2019 anjlok dibanding tahun sebelumnya, dan menjadi yang terendah dalam dua tahun terakhir. Rata-rata HBA dari Januari-Desember 2019 hanya mencapai US$ 77,89 per ton, lebih mini dibanding rata-rata HBA 2017 yang sebesar US$ 85,92 per ton, dan HBA 2018 yang mencapai US$ 98,96 per ton.
Tak menjadi pertanda rebound
Menurut Hendra, kenaikan HBA pada Februari ini belum menjadi sinyal bagi penguatan harga batubara secara umum (Rebound). "Kenaikan HBA ini lebih karena faktor di atas, masih terlalu dini," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo. Singgih menilai, persentase kenaikan HBA Februari ini belum mencerminkan nilai bisnis secara umum.
Baca Juga: Dorong hilirisasi batubara, Kementerian ESDM akan berikan sejumlah insentif
Singgih bilang, pertumbuhan permintaan di awal tahun 2020 ini memang meningkat, namun tidak signifikan. Harga batubara di awal 2020 pun belum bergerak jauh dari harga di 2019.
"Harga relatif tidak mudah untuk naik tajam. Belum ada alasan kuat dari parameter pasar," ujarnya.
Dengan mempertimbangkan pertumbuhan pasokan dibanding permintaan yang diprediksi masih dalam kondisi oversupply, Singgih memproyeksikan rata-rata harga batubara untuk tahun 2020 tidak akan jauh berbeda dari tahun lalu, yakni berkisar di angka US$ 70 hingga US$ 80 per ton.
Baca Juga: Kementerian ESDM targetkan harga batubara US$ 21 per ton untuk dorong gasifikasi
Tak jauh beda, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif juga memprediksi harga batubara masih akan sulit bergerak naik di tahun ini. Bahkan, Irwandy memprediksi harga bisa berada di kisaran US$ 60 - US$ 80 per ton.
Ketidakseimbangan antara pertumbuhan produksi dan juga permintaan menjadi penyebabnya. "Prediksi harga di 2020 belum akan berbeda dengan 2019. Faktor besarnya supply dan demand," ungkap Irwandy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News