Reporter: Muhammad Julian | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Wacana pembentukan holding panas bumi kembali bergulir. Agenda tersebut sempat disinggung oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR RI pada Kamis (31/8).
Saat ditemui wartawan seusai Raker, Erick mengonfirmasi bahwa agenda tersebut masuk ke dalam agenda jangka pendek Kementerian BUMN. Proses negosiasi tengah dilakukan dengan para pemangku kepentingan.
“Ya, kita coba (realisasi dalam jangka pendek), tergantung PLN sama Kemenkeu-nya (Kementerian Keuangan) rela tidak,” ujarnya ketika ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (31/8).
Menurut rencana, holding yang akan dibentuk bakal beranggotakan PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO), PT Geo Dipa Energi (Persero), dan PT PLN Gas & Geothermal (PLN G&G), dengan PGE sebagai induk holdingnya.
Skemanya masih dalam kajian, bisa lewat proses akuisisi aset oleh PGEO, ataupun cara-cara lainnya. “Kalau pendanaan ada lah,” ujarnya ketika seputar perencanaan pendanaan holdingisasi.
Baca Juga: Harga Saham Melejit Sejak IPO, Sejumlah Taipan Ini Mengantongi Cuan Jumbo
Mengintip laporan keuangan perusahaan, PGEO memiliki total aset sebesar US$ 2,39 miliar atau setara Rp 34,76 triliun dengan asumsi nilai tukar rupiah Rp 14.500 per dolar Amerika Serikat (AS) per 31 Desember 2021.
Jumlah tersebut kemudian naik menjadi US$ 2,47 miliar atau setara Rp 35,88 triliun (asumsi nilai tukar rupiah Rp 14.500 per dolar AS) pada 31 Desember 2022.
Sementara itu, aset Geo Dipa Energi, menurut laporan keuangan perusahaan, berjumlah Rp 5,22 triliun per 31 Desember 2021, sedang total aset PLN G&G tercatat sebesar Rp 874.23 miliar per 31 Desember 2021. Keduanya belum merilis laporan keuangan tahun 2022 pada laman resminya.
Dus, jika menggunakan data laporan keuangan tahun 2021 sebagai acuan, total akumulasi aset ketiga perusahaan geothermal ini bakal mencapai Rp 40,86 triliun dengan asumsi nilai tukar rupiah Rp 14.500 per dolar per 31 Desember 2021.
PGE sendiri, setidaknya menurut data akhir 2022 lalu, merupakan perusahaan panas bumi milik negara dengan kelolaan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) terbesar.
Laporan Keberlanjutan 2022 yang diterbitkan oleh manajemen menyebutkan, PGE memiliki 12 Wilayah Kerja Kuasa Pengusahaan Panas Bumi, 1 (satu) wilayah kerja izin Panas Bumi yang dimiliki anak perusahaan PGE, dan 1 (satu) wilayah kerja izin Panas Bumi yang ditugaskan kepada anak perusahaan PGE per akhir tahun 2022.
Baca Juga: Siap Masuk Bursa Karbon, Cermati Rencana Ekspansi dan Rekomendasi Saham PGEO
Total kapasitas terpasangnya mencapai sebesar 1877 MW, terdiri atas 672 MW yang dioperasikan sendiri oleh PGE dan 1.205 MW dikelola melalui Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract).
Di lain pihak, perusahaan Special Mission Vehicle (SMV) di bawah pembinaan dan pengawasan Kementerian Keuangan, yaitu GDE, telah melakukan pengoperasian wilayah kerja panas bumi (WKP) Dieng dan Patuha dengan dua unit PLTP, yaitu 1 Unit di PLTP di lapangan panas bumi Dieng (PLTP Dieng Unit 1) dengan kapasitas terpasang atau installed capacity 60 MW, dan 1 Unit PLTP di lapangan panas bumi Patuha (PLTP Patuha Unit 1) dengan kapasitas terpasang 60 MW. Sementara itu, kapasitas PLTP PLN G&G, menurut catatan terakhir Kontan.co.id, berjumlah 13 MW.
Wacana pembentukan holding panas bumi sejatinya sudah bergulir lama, setidaknya sejak tahun 2021 lalu. Hanya saja, realisasinya sempat mundur. Menurut Direktur Operasi dan HSSE PT Geo Dipa Energi, Rio Supriadinata Marza, pembicaraan terakhir soal rencana ini dibahas bersama Geo Dipa terakhir kali pada awal tahun 2022 silam.
“Setahu saya pembahasan yang dulu terhambat karena merger antara BUMN beda kementrian itu butuh aturan khusus. Ini masalah pindah aset antar kementerian,” ujarnya kepada Kontan.co.id (31/8).
Kendati demikian, Rio memastikan bahwa Geo Dipa siap menjalankan keputusan pemerintah soal rencana holdingisasi.“Misi pemerintah pasti akan kami dukung, namun kamu menunggu arahan dari Menteri Keuangan,” tuturnya.
Direktur Keuangan Pertamina Geothermal Energy, Nelwin Aldriansyah, mengaku sudah mendapatkan informasi soal kembali bergulirnya wacana pembentukan holding geothermal. “Kami mendengar hal tersebut pak, namun belum ada arahan langsung dari Kementerian BUMN,” tuturnya kepada Kontan.co.id (31/8).
Nelwin menegaskan, PGEO siap menjalankan peran sebagai induk holding panas bumi semisal mendapat arahan. “Untuk pendanaan kami memiliki cash balance cukup baik dari IPO, dan tidak tertutup kemungkinan pendanaan lebih lanjut dari pasar modal maupun perbankan,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menilai bahwa pembentukan holding bisa membuat pengembangan geothermal menjadi lebih ngebut.
“Dengan holding akan lebih kuat dan besar, aset dan sumber daya terkonsolidasi, serta tentunya tidak ada persaingan antara BUMN/anak BUMN tersebut, sehingga bisa lebih cepat dan secara bisnis lebih profitable,” ujarnya saat dihubungi Kontan.co.id (31/8).
Menyoal realisasi pembentukan holding panas bumi yang berlarut-larut, Bisman menduga bahwa hal tersebut disebabkan oleh sejumlah hal, mulai dari perbedaan pemilik saham di antara perusahaan, kondisi eksternal industri geothermal di dalam negeri yang belum ideal, kondisi internal korporasi, dan persoalan teknis penggabungan.
“Faktor Kemenkeu menjadi faktor utama, selain itu juga posisi aset dan proyek eksisting serta level masing-masing BUMN dan anak BUMN tersebut,” pungkas Bisman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News