Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Ketua Pusat Studi Urban dan Desain (PSUD), Mohammad Danisworo mengatakan, Jakarta merupakan kota terburuk di Indonesia. Meski menyandang predikat sebagai ibu kota, namun Jakarta tidak indah secara visual, dan tidak berfungsi dengan baik karena tata kotanya buruk.
"Semua serba kacau, semrawut dan serampangan. Kualitas hidup penduduknya jangan ditanya," ujar Danisworo kepada Kompas.com, usai proses penjurian Indocement Awards 2014 kategori "Developer Award", Selasa (16/9).
Lebih jauh Danisworo mengungkapkan, Jakarta disebut tidak berfungsi karena untuk menempuh jarak sepanjang 5 kilometer saja diperlukan waktu sekitar 2 jam. "Jakarta menjadi tidak berfungsi dilihat dari segi itu. Pendek kata kualitas fungsi kotanya buruk," kata Danisworo.
Kemudian, lanjut dia, Jakarta tidak indah karena secara visual semrawut, tidak tertata dengan baik. Di sini, kata Danisworo, secara visual tidak estetis. Selain itu, tata kotanya sangat membingungkan warganya.
"Jangan dulu mengkaji tata ruang wilayah, hal-hal yang kecil saja, seperti penunjuk jalan, tempat sampah, dan taman, Jakarta tidak mampu menyediakannya dengan baik," imbuh Danisworo.
Padahal, tambah dia, estetika sangat perlu untuk memudahkan dan memperlancar warga, terlebih turis mengeksplorasi tiap sudut kota. "Jalan-jalan di kota ini menjadi tidak efektif dan efisien hanya karena masalah sepele," tandasnya.
Hal berikut yang tak kalah krusial disorot Danisworo adalah masalah tata kota dan tata lingkungan. Faktor ini dipandang sangat vital karena menyangkut keberlanjutan pengembangan kota berikut aktivitas fisik warganya.
"Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, Pemerintah Provinsi Jakarta harus komit dengan rencana tata ruangnya. Kreatif membuat terobosan-terobosan dan inovasi mengatasi tiga masalah tadi," ucap Danisworo.
TOD
Dia menambahkan, meski demikian langkah Pemprov DKI Jakarta mempercepatan pembangunan mass rapid transit (MRT) patut diapresiasi, meski sangat terlambat. Jakarta merupakan kota yang unik. Pasalnya, pembangunan sarana transitnya dilakukan belakangan.
"Jika kemudian hal itu (trasit oriented development/TOD) yang ditempuh, seharusnya Jakarta juga melakukan perbaikan pada tataran kelompok-kelompok dan wilayah-wilayah kecil dulu sehingga dapat dihubungkan oleh sarana transit tadi menuju pusat. Sehingga sirkulasi lancar dan kepadatan Jakarta tidak lagi terkonsnetrasi pada satu titik," kata Danisworo.
TOD yang merupakan pengembangan kawasan berlandaskan transit, imbuh dia, cocok untuk Jakarta. Daerah-daerah TOD akan memiliki kepadatan tinggi. "Orang harus bisa berjalan kaki dari rumahnya menuju tempat aktivitas. Ini esensi TOD. TOD juga harus multiguna tanpa tergantung pada kendaraan. Namun sebaiknya, sebelum bangun TOD, diperbaiki dulu wilayah-wilayah kecil di skeitarnya," pungkas Danisworo.(Hilda B Alexander)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News