Reporter: Maria Rosita | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Perusahaan waralaba lokal cukup ekspansif ke luar negeri. Perhimpunan Waralaba Indonesia (Wali) mencatat, hingga saat ini, setidaknya 20 merek lokal sudah membuka gerai di luar. Itu dimulai oleh California Fried Chicken yang 1996 silam membuka 20 oulet di China. Selanjutnya, Es Teler 77 di Australia, restoran kopi dan makanan khas Sunda di Malaysia dan Singapura.
Tahun depan, perusahaan salon muslimah akan berekspansi ke Kuwait. Di tahun yang sama, pengusaha ayam bakar tulang lunak Hayam Wuruk menyusul 20 lainnya.
Amir Karamoy, Ketua Dewan Pengarah Wali berpendapat, merek lokal memang punya daya tarik bagi asing. Itu sebabnya pengusaha Indonesia berani mencicipi pasar asing.
"Selama ini, kita cuma digempur asing. Katakanlah dari 1.219 perusahaan waralaba di Indonesia, sebanyak 506 di antaranya, atau 60%, bermerek lokal. Tapi, kontribusi omzetnya mencapai Rp 100,8 triliun atawa 70% dari turn over franchise nasional tahun ini. Maka wajar merek lokal pelan-pelan mengembangkan bisnis di dalam dan luar negeri. Toh asing juga kepincut menjual produk asal Indonesia," jelas Amir.
Baru-baru ini, Kementerian Perdagangan Amerika Serikat mengungkapkan ketertarikannya dengan waralaba Indonesia. Pengusaha Negeri Uwak Sam berniat memboyong satu merek Indonesia ke sana. Menurut Amir, minat itu mesti direspons. Alasannya, menguntungkan. "Selama ini belum ada yang ekspansi ke sana. Kita bisa mengekspor merek, mempertegas HAKI, dan menjual produk kreatif. Dari situ kan devisa masuk," ujar Amir kepada KONTAN, Jumat (16/12).
Bisa jadi, kata Amir, AS membaca kerinduan WNI dengan masakan kampung halamannya atau segala sesuatu yang berkaitan dengan Indonesia. Dia menyebut, kekhasan Amerika adalah tidak mengutamakan merek, tetapi lebih ke produk. "Saya yakin spa punya potensi ekspansi ke AS, soalnya konsumennya ekonomi menengah ke atas. Di negara lain, rata-rata omzet spa Indonesia bagus, artinya ada pasarnya," terang dia.
Sekadar gambaran, biaya waralaba di Malaysia sekitar Rp 500 juta. Sedangkan di Amerika mencapai US$ 500.000 - US$ 1 juta. Dari situ, pemilik waralaba (franchisor) akan mendapat royalti 10% per bulan. Selebihnya, franchisor dan pembeli waralaba (franchisee) berbagi omzet. "Benefitnya bagus, sayang pewaralaba lokal sulit punya akses keluar, harus proaktif sendiri," kata Amir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News