Reporter: Elisabeth Adventa, Fahriyadi | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kenaikan harga pangan ibarat bom waktu yang bisa meledak setiap saat. Tanpa ada pasokan, harga pangan tinggi diperkirakan bertahan sampai tiga bulan ke depan. Ironisnya, tak ada upaya serius pemerintah untuk mengatasi gejolak harga ini.
Memasuki bulan Maret ini, harga sejumlah komoditas pangan masih dalam tren kenaikan. Sejak Januari lalu, harga cabai rawit masih bertahan di atas Rp 100.000 per kilogram (kg). Harga ini bisa berlangsung lama seiring hujan yang mengganggu produksi beberapa sentra cabai.
Harga daging sapi juga masih bertahan di harga Rp 115.000 per kg. Upaya menurunkan harga dengan impor daging kerbau gagal menurunkan harga daging sapi.
Bahkan, pada Juni mendatang, daging sapi akan lebih tinggi lagi. Sebab, harga sapi bakalan asal Australia kini sudah naik harga jadi US$ 3,5 per kg dari biasanya di bawah US$ 3 per kg. Dengan harga itu, setelah dipotong, importir sulit menjual dengan harga daging sapi lebih rendah dari harga saat ini.
Kondisi serupa juga terjadi di gula pasir. Meski sudah menetapkan harga acuan Rp 12.500 per kg dan memberi izin impor gula mentah, harga di pasaran masih bertahan di Rp 15.000 per kg.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri melihat, tak ada terobosan pemerintah untuk stabilisasi harga pangan jadi sebab tingginya harga pangan. Maka itu, harga pangan dalam tiga bulan ke depan sulit bisa diprediksi. "Pekerjaan rumah pemerintah sangat berat untuk diselesaikan karena waktu empat bulan sebelum Lebaran tak cukup mengintervensi harga pangan," tuturnya, Selasa (28/2).
Persoalannya, jika bisa intervensi, ruang gerak pemerintah juga terbatas. Strategi instan, hanyalah membuka keran impor. Tapi, cara ini cuma manjur untuk gula lantaran. Impor produk hortikultura terkendala keterbatasan daya tahan penggunaannya.
Pengamat Pertanian Khudori bilang, pemerintah masih sulit menerapkan strategi stabilisasi harga pangan untuk komoditas non-beras. Sebab, "Tak ada instrumen pendukung seperti cukup stok untuk menjaga harga pangan stabil," ujarnya.
Situasi jadi sulit karena, pemerintah hingga kini tak memiliki solusi konkret. Musdhalifah Machmud, Deputi Menko Perekonomian bidang Pangan dan Pertanian bilang, pemerintah saat ini tengah menghitung kebutuhan pangan masyarakat. "Ini jadi dasar kajian untuk mengambil kebijakan soal harga pangan," tuturnya.
Kenaikan harga pangan tak bisa menunggu hitungan kebutuhan pemerintah. Tanpa pengawasan, harga pangan bisa bergerak liar. Di tengah kenaikan tarif listrik, potensi kenaikan harga BBM ini bisa jadi bandul berat ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News