kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan harga pangan sulit dikendalikan


Kamis, 16 Februari 2017 / 10:40 WIB
Kenaikan harga pangan sulit dikendalikan


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Anomali cuaca yang terjadi hingga bulan kedua tahun 2017 menyebabkan harga pangan kian tak terkendali. Sejumlah harga pangan strategis mengalami fluktuasi yang sulit ditebak dan rata-rata bertahan tinggi.

Saat ini, harga cabai rawit merah mencatat rekor baru dengan harga rata-rata Rp 145.000 per kilogram (kg) dan harga tertinggi Rp 175.000 per kg. Sementara harga bawang merah mencapai Rp 40.000-Rp 50.000 per kg dan harga beras juga ikut terkerek menjadi IR III Rp 9.866 dari harga normal Rp 8.500 per kg.

Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengatakan, pada pekan kedua bulan Februari, harga sejumlah komoditas pangan sulit diprediksi.

Hal ini terjadi karena musim hujan yang berkepanjangan dan tidak adanya langkah konkret dari Kementerian Perdagangan (Kemdag) dan Kementerian Pertanian (Kemtan) untuk membantu menurunkan harga pangan. "Kami memprediksi, kenaikan harga pangan ini berlangsung sampai bulan Maret," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (15/2).

Menurut Abdullah, harga beras saat ini sudah mulai naik rata-rata Rp 1.500-Rp 2.000 per kg di pasar. Harga bawang merah juga naik dari rata-rata Rp 30.000 per kg menjadi Rp 40.000 per kg. Bahkan, di beberapa pasar sudah tembus di harga Rp 50.000 per kg.

Kenaikan harga bawang ini disebabkan mahalnya harga bibit dan pasokan yang sampai ke pasar berkurang. Abdullah mengatakan, dalam sejarah, belum pernah ada harga cabai rawit bertahan tinggi dalam beberapa bulan. Padahal bila pemerintah bergerak cepat, kenaikan harga pangan ini dapat ditekan.

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemdag Tjahya Widayanti mengatakan, kenaikan harga cabai rawit merah yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir disebabkan pasokan cabai di pasar terbatas akibat curah hujan yang tinggi di daerah sentra produksi cabai rawit merah.

Dengan kondisi hujan ini, petani mengurangi memetik cabai karena takut rugi karena mudah busuk. "Selain itu, terjadi juga penyusutan yang cukup tinggi dalam pendistribusian dari daerah sentra produksi akibat kondisi yang basah dan lembab," ujarnya .

Kemdag berjanji akan melakukan langkah-langkah optimalisasi dalam distribusi dari daerah yang berlebih pasokannya ke daerah yang kekurangan, melalui penugasan kepada BUMN pangan untuk menyerap komoditas di lapangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×