Reporter: Issa Almawadi | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk terus memantau pergerakan harga minyak sawit mentah (CPO) sambil mencari pembeli potensial bagi produk-produknya. Emiten dengan sandi saham CEKA pun masih enggan menyampaikan proyeksi penjualannya di tahun ini.
Selama ini, CPO jadi salah satu bagian penting dalam bisnis Wilmar Cahaya. Menurut Jinnawati, Direktur Wilmar Cahaya, kondisi harga CPO yang tak menentu, membuat perseroan harus pandai-pandai dalam menjualan produknya.
"Saat CPO harganya bagus, kami push penjualan. Kalau harga jelek, untuk apa kami jual rugi," tutur Jinnawati, Rabu (15/6).
Untuk itu, Jinnawati mengaku, belum bisa menyampaikan proyeksi pertumbuhan penjualan perseroan tahun ini. Yang penting, kata dia, perseroan masih bisa bertumbuh ketimbang realisasi 2015 yang sedikit tertekan kondisi ekonomi.
Pada tahun lalu, Wilmar Cahaya mencatat penjualan Rp 3,48 triliun atau turun 5,84% dari periode akhir 2014 Rp 3,7 triliun. Tahun ini, Jinnawati hanya bisa memastikan, perseroan terus menjajaki peluang-peluang baru, khususnya target customer potensial yang sebelumnya tak tersentuh Wilmar Cahaya.
"Baik domestik dan ekspor, kami terus jajaki customer baru sambil menjaga agar eksisting customer bisa bertahan," imbuhnya.
Dengan begitu, Wilmar Cahaya juga tak menyiapkan agenda ekspansi. Yang terpenting, perseroan bisa menjual produknya ke pembeli yang menghasilkan marjin saat harga produk sedang turun.
Wilmar Cahaya adalah perusahaan yang memproduksi minyak nabati dan minyak nabati spesialitas yang dibuat dari bahan baku CPO, inti kelapa sawit (palm kernel) dan biji tengkawang. Produk-produk tersebut diproduksi melalui dua pabriknya yang masing-masing berlokasi di Cikarang dan Pontianak.
Selain soal harga CPO, perseroan juga melihat adanya beberapa kendala lain yang akan mengganggu kinerjanya di tahun ini. "Salah satunya kurangnya daya serap pasar untuk produk biji tengkawang dan turunannya," ungkap Jinnawati.
Tak hanya itu, perseroan juga melihat adanya kendala dari kemungkinan peningkatan harga bbm, batubara dan gas. Serta kenaikan tarif listrik. Belum lagi, potensi adanya kenaikan suku bunga pinjaman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News