Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
Meski Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah mengembalikan tarif interkoneksi ke skema lama, polemik tak kunjung berhenti. Indosat Ooredoo bertekad tetap memakai tarif interkoneksi baru. “Dengan penurunan tarif interkoneksi ini, masyarakat akan dapat menikmati layanan telekomunikasi dengan harga yang lebih terjangkau,” kata Alexander Rusli, Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo, dalam pernyataan tertulis pekan lalu.
Yaqut Cholil Qoumas, Anggota Komisi VI FPKB DPR RI, memaparkan terkait prinsip keadilan dan persaingan usaha yang sehat, sebaiknya berlakukan skema asimetris dalam perhitungan dasar biaya interkoneksi. “Artinya, dengan skema asimetris, biaya interkoneksi berdasarkan pada biaya yang dikeluarkan atas kerja keras membangun jaringan dan efisiensi dari masing-masing operator (cost based)," ungkapnya, Senin (5/9).
Biaya interkoneksi merupakan cost recovery operator. Berdasarkan RDPU Komisi I DPR dengan para operator akhir Agustus lalu, cost recovery Telkom dan Telkomsel sebesar Rp 285 per menit. Sedangkan cost recovery, Indosat Rp 86 per menit, XL Axiata Rp 65 per menit, Smartfren Rp100 per menit dan Tri Rp120 per menit. "Dengan demikian, tarif interkoneksi yang rencananya Rp 204 per menit jauh di bawah cost recovery Telkom dan Telkomsel," terangnya. Dengan kata lain, BUMN tersebut harus nombok.
Bagaimana klaim tarif ke masyarakat semakin murah dengan penurunan tarif interkoneksi? Betul, tapi tidak signifikan. Dalam rapat dengan DPR Menkominfo Rudiantara menjelaskan, kontribusi tarif interkoneksi ke tarif ritel masyarakat adalah 15%. Jadi, kalau turun 26% cuma menurunkan tarif masyarakat 3,7%. Kalau memang berniat ingin menurunkan tarif ke masyarakat, silakan turunkan biaya yang kontribusinya tinggi, seperti marketing, biaya promosi dan margin. Beranikah operator?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News