Reporter: Dede Suprayitno, Syifa Fauziah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menerapkan tarif interkoneksi pada 1 September 2016 tak bisa berjalan mulus. Sebab, pemerintah harus menunggu ketok palu wakil rakyat.
Meski tarif interkoneksi rata-rata sudah turun 26%, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Kominfo mengundang operator seluler untuk datang bersama pemerintah ke DPR. Operator dimaksud, baik yang setuju dengan penurunan tarif maupun yang menolaknya.
Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon berharap dengan mengundang operator untuk duduk bersama, bisa menyelesaikan persoalan tarif interkoneksi.
"Nanti akan terlihat seperti apa masalahnya. Apa penyebab mereka yang keberatan," katanya saat rapat kerja dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Rabu malam (24/8).
Sedangkan Meutya Hafidz, Wakil Ketua Komisi I DPR menyarankan pemerintah agar tidak terburu-buru menurunkan tarif interkoneksi.
Menanggapi ini Menkominfo Rudiantara menyatakan, pembahasan tarif interkoneksi sudah melibatkan operator seluler. Pembahasannya digelar sebanyak 17 kali.
Sementara, Nonot Harsono, Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Institue berharap, penerapan tarif interkoneksi benar-benar tuntas. Dengan demikian ada kepastian dan semua pihak bisa menerima hasilnya.
Ia berharap penetapan tarif interkoneksi ini jangan membawa alasan ego sektoral bahkan nasionalisme. "Kalau memang harus ditunda, beri waktu," katanya kepada KONTAN.
Ia berharap pembahasan interkoneksi bisa objektif lantaran interkoneksi merupakan alat dalam persaingan usaha. Bila ada operator yang rugi dari penerapan tarif interkoneksi, bisa ditelusuri dari pendapatan per menit atau average revenue per minute.
Dalam catatan KONTAN, operator yang pro kebijakan ini sebagian besar saham dikuasai asing seperti Indosat Ooredoo dan XL Axiata. Sedangkan yang kontra adalah Telkomsel, anak usaha Telkom yang merasa sudah membangun jaringan telekomunikasi hingga pelosok negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News