kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Desa perbatasan Timor Leste itu kini berlistrik


Kamis, 17 Agustus 2017 / 06:46 WIB
Desa perbatasan Timor Leste itu kini berlistrik


Reporter: Azis Husaini | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menargetkan 1.200 desa di seluruh Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa mendapatkan listrik seluruhnya sampai akhir 2018. Jika PLN berhasil menerangi desa sebanyak itu artinya persoalan 40% desa yang belum berlistrik di seluruh Indonesia sudah selesai.

Program melistriki desa atau biasa disebut Lisdes ini merupakan amanat Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke Kupang Desember 2016 lalu. Saat itu Jokowi ingin seluruh desa di NTT sudah berlistrik pada 2018.

Jika dahulu proyek listrik dari kota ke desa perbatasan, kini sebaliknya yaitu dari desa perbatasan ke kota. Konsep inilah yang sedang dilakukan PLN Wilayah NTT. Salah satu desa yang menjadi target PLN Wilayah NTT adalah desa-desa di Kecamatan Mutis.

Kecamatan tersebut memiliki empat desa. Adapun desa yang paling dekat dengan Timor Leste adalah Desa Naekake, Kecamatan Mutis, Kabupaten Timor Tengah Utara. Jarak untuk ke Timor Leste hanya 10 kilometer.

Warga di Naekeke kini sudah bisa berbangga dibandingkan dengan desa di Timor Leste yang masih gelap. Sebabnya desa mereka kini sudah mulai mendapatkan listrik 24 jam pada Februari 2016 lalu. Sebelumnya pada Agustus 2015 listrik hanya bisa menyala 12 jam.

Avelinda Obe, (27 tahun) mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang pertama mendapat listrik dari PLN. Biasanya dia menggunakan pelita untuk menerangi rumahnya kala malam hari. Pelita adalah penerangan terbuat dari kaleng berisi minyak tanah. "Kehadiran listrik dua tahun terakhir di desa Naekake sangat penting untuk keluarga," katanya, Rabu (16/8).

Sebab, kata dia dengan memakai listrik dirinya bisa berhemat keuangan keluarga. Maklum, suaminya hanya petani lahan kering. Sementara dirinya sebagai perajin tenun.

"Dulu satu bulan keluarga kami harus mengeluarkan uang sebesar Rp 75.000 per bulan untuk pelita. Sekarang dengan adanya listrik, kami hanya perlu menyisihkan Rp 25.000 membeli token listrik untuk tiga bulan," ungkap.

Asal tahu saja rumah Avelinda masih terbuat dari kayu dan ukurannya tidak lebih dari 5x4 meter persegi. Di dalamnya ada tempat tidur yang sekaligus dipakai untuk menenun, televisi, bangku kecil, dan tidak ada dapur. Adapun dapur ada di Lopa, semacam rumah adat NTT yang didalamnya terdapat gudang untuk menaruh bahan makanan.

Selain berhemat, Ibu satu anak itu juga bisa lebih banyak menenun. Sebelum ada listrik dirinya hanya berhasil menyelesaikan dua kain tenun dalam satu bulan. 

Dengan masuknya listrik di desa Naekake, dirinya mampu menyelesaikan 5-6 kain tenun dalam satu bulan. "Dengan ada listrik saya bisa menenun sampai malam, kalau memakai pelita hanya sampai sore," imbuhnya.

Dirinya berkisah, kain tenun merupakan sumber penghasilan tambahan untuk menyekolahkan adiknya di kota Kupang. Satu kain tenun biasanya dibanderol dengan harga Rp 450.000-Rp 500.000.

Namun, kata Avelinda saat ini yang kerap membuatnya bingung adalah soal pengisian token listrik. Sebab jika di kios terdekat sudah habis maka dirinya harus menitip pada sopir bus minibus yang hanya datang pagi dan baru tiba lagi ke desa Naekeke pukul 24.00 WIT. "Saya titip pagi, struk token malam baru bisa diantar ke saya," ujar dia.

Direktur Human Capital Management PLN Muhammad Ali menyatakan, sejak Februari 2016, desa yang berada di pegunungan karang ini telah menikmati aliran listrik yang disuplai dari PLTD Naekake sebanyak 5 unit mesin dengan total kapasitas 414 KW. Desa Naekake kini telah menikmati aliran listrik 24 jam penuh.

"Sebanyak 472 pelanggan telah menikmati aliran listrik yang disuplai oleh PLN. Naekake ini salah satu lokasi yang terisolir, selain lokasinya dipisahkan oleh sungai dan pegunungan karang, cuaca ekstrem seperti angin puting beliung juga kerap tiba-tiba muncul di lokasi ini. Namun berkat kerja keras seluruh tim dilapangan jaringan transmisi telah berhasil berdiri di daerah perbatasan ini," imbuhnya.

Kata dia, untuk kebutuhan bahan bakar PLTD Naekake, setiap bulannya membutuhkan sembilan ton solar dan beban biaya seluruh operasional pembangkit mencapai Rp 150 juta.

Ali menambahkan, 85% penduduk di Naekake merupakan pelanggan subsidi 450 VA dengan harga Rp 415/kWh. Sementara itu biaya pokok produksi di Naekake mencapai Rp 8.000 per Kwh.

"BPP memang tinggi namun kami sadar listrik yang baik akan membantu warga untuk dapat membangun dan meningkatkan taraf hidup yang lebih baik, dengan listrik yg handal, anak-anak bisa belajar serta perekonomian mulai menggeliat, untuk itulah penyediaan listrik untuk warga yang utama," imbuh Ali.

Dia bilang, sejumlah kendala juga kerap dihadapi dalam penyediaan listrik di Naekake, terutama masalah transportasi yang harus melintasi sungai. Jika air sungai meluap, bahan bakar tidak bisa masuk ke PLTD. Namun hal ini telah diantisipasi PLN dengan menyimpan tambahan bahan bakar untuk tiga bulan ke depan.

Selain Desa Naekake, untuk kecamatan Mutis PLN juga tengah membangun infrastruktur kelistrikan di dua desa yakni Noelilo dan Tasinifu dengan target selesai pada awal November 2017. "Progres dilapangan telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Kami yakin di awal desember 2017, semua desa di kecamatan Mutis bisa menyala," ungkap Ali.

Camat Mutis, Demi Kono mengungkapkan, adanya listrik banyak membantu kegiatan warga dan meningkatkan perekonomian warga. Dirinya berharap, dua desa perbatasan yang kini tengah dikerjakan PLN bisa selesai dengan target yang telah ditetapkan. "Kami yakin PLN bisa menyelesaikan seluruh pelistrikan kecamatan Mutis sesuai target, kami akan membantu untuk proses percepatan tersebut," pungkas Demi Kono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×