kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Asosiasi industri minta pemerintah tunda 8 kebijakan yang memberatkan


Rabu, 12 Oktober 2011 / 15:39 WIB
Asosiasi industri minta pemerintah tunda 8 kebijakan yang memberatkan
ILUSTRASI. Logo PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) saat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa di Jakarta, Jumat (13/11). KONTAN/Cheppy A. Muchlis/13/11/2020


Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Forum Lintas Asosiasi Industri Nasional (Forum LAN) meminta pemerintah menunda pemberlakuan dan mengkaji ulang delapan kebijakan yang akan diterapkan pemerintah. Di tengah krisis global, kebijakan-kebijakan itu dinilai akan menambah beban industri nasional dengan biaya ekonomi tinggi.

Dari delapan kebijakan yang terkait dengan industri itu hanya satu yang sudah terbit berupa UU Fakir Miskin. Sementara tujuh lainnya masih dalam tahap pembahasan dan hampir selesai yaitu kenaikan tarif dasar listrik (TDL), RPP Pengelolaan Sampah, RPP Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif dan RUU Halal. Selain itu Faktur Pajak Cacat atau Faktur Standar yang cacat, agen inspeksi atau Regulated Agent (RA) dan rencana penyesuaian tarif progresif di Pelabuhan Tanjung Priok.

Juru Bicara Forum LAN, Franky Sibarani, mengatakan, permintaan penundaan kebijakan itu merupakan hasil dari pembahasan dengan sebanyak 22 asosiasi pengusaha pada tanggal 4 Oktober 2011. "Ada beberapa yang sedang dibahas ulang dengan difasilitasi kementerian terkait," kata Franky dalam jumpa pers, Rabu (12/10).

Mereka yang tergabung dalam Forum LAN di antaranya adalah Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP), Asosiasi Pengusaha Bakery Indonesia (APEBI) dan Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin).

Forum LAN meminta kebijakan-kebijakan itu dikaji ulang dan ditunda pelaksanaannya karena akan semakin membebani industri yang saat ini harus mengatasi tantangan krisis global.

Misalnya, kebijakan RA yang mereka anggap bertolak belakang dengan apa yang selama ini didengungkan pemerintah untuk peningkatan efisiensi dan daya saing. Forum LAN sepakat dengan perlunya RA, namun tidak sepakat dengan kenaikan tarif dari Rp 60 menjadi Rp 850 serta terganggunya kelancaran arus barang.

Sementara kenaikan TDL menjadi permasalahan yang selalu dihadapi industri setiap tahun. Saat ini, pemerintah tengah merencanakan kenaikan sebesar 10% pada tahun depan. Forum LAN menilai kenaikan TDL juga harus dibebankan pada pelanggan listrik rumah tangga hingga membantu mengurangi subsidi dari pemerintah. Hasilnya kenaikan TDL bisa pangkas hanya 2% atau 3%.

Kenaikan TDL menjadi kebijakan yang dampaknya paling terasa bagi industri di tahun 2012 nanti. Ketua AKLP, Samuel Rumbaja, mengatakan, kenaikan TDL akan sangat membebani industri kaca lembaran. Maklum, biaya energi baik listrik maupun mencapai 35% dalam komponen biaya produksi.

Ketua API, Ade Sudrajat, menambahkan, biaya listrik merupakan 10% dalam komponen energi di industri tekstil dan produk tekstil. Kenaikan TDL 10% bisa menyebabkan kenaikan biaya produksi sebesar 2% di industri hulu. Namun di industri hilirnya kenaikan biaya akan terus bertambah. "Sampai di industri garmen bisa menyebabkan kenaikan biaya produksi 10% lebih," kata Ade.

Kenaikan biaya produksi juga akan menyebabkan kenaikan harga produk hingga ke tangan konsumen. Ketua APEBI, Chris Hardijaya, mengatakan, kenaikan harga 10% dari produsen bisa dibulatkan ditingkat pengecer menjadi 50% oleh pedagang ritel. "Masyarakat juga yang akan terbebani," kata Chris.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×