kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis minuman ringan masih berat di tahun pilkada


Selasa, 20 Februari 2018 / 17:20 WIB
Bisnis minuman ringan masih berat di tahun pilkada
ILUSTRASI. Minuman Non Alkohol


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) mengakui, penjualan minuman ringan selama tahun 2017 kemarin mengalami kelesuan. Daya beli yang lemah mempengaruhi industri tersebut.

Triyono Pridjosoesilo, Ketua Umum Asrim mengatakan secara keseluruhan bisnis minuman cepat saji atau ready to drink (RTD) tidak tumbuh.

"Secara volume penjualan malah minus 1% di tahun lalu," sebutnya kepada Kontan.co.id, Selasa (20/2).

Menurut Triyono lemahnya daya beli konsumen tahun lalu tak mampu dielak produsen minuman ringan. "Kalau untuk industri minuman ringan, penurunan sangat terlihat ada di segmen menengah dan ke bawah," imbuh Triyono.

Sementara itu persaingan bisnis semakin ketat, di mana para pemain hampir memiliki semua platform dan jenis minuman kemasan. Contohnya teh kemasan yang menduduki posisi kedua dari volume penjualan di bawah Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).

Triyono tidak bisa menyebutkan berapa total volume penjualan di tahun 2017 lalu, namun untuk 2016 setidaknya ada 31 miliar-32 miliar liter minuman kemasan yang dikonsumsi di Indonesia. Adapun sebanyak 70% atau kisaran 23 miliar liter dipegang oleh AMDK, sedangkan sisanya dipenuhi varian minuman lainnya termasuk teh dan jus.

Pesta pilkada

Sebagai minuman populer di Indonesia, menurut Triyono, hampir semua pemain minuman ringan memiliki lini produksi teh kemasan.

"Produksinya relatif tidak ada beda dengan minuman kemasan lainnya, tinggal rantai pasoknya yang tertentu dan khusus," sebutnya.

Untuk itu pemain teh kemasan dituntut terus melakukan inovasi agar menumbuhkan pilihan dan rangsangan konsumen untuk membeli. Sedangkan pandangan Asrim terhadap prospek bisnis minuman kemasan tahun ini cenderung konservatif.

"Sudah tumbuh 3%-4% saja sudah bagus," ungkap Triyono. Menurutnya peningkatan daya beli memerlukan andil pemerintah.

Meski tahun ini bakal diramaikan untuk membuka pesta politik, Triyono belum melihat hal tersebut berdampak signifikan bagi bisnis minuman kemasan.

"Kami masih mengamati, pasalnya tren pemilu saat ini mulai mengurangi pawai massa yang bergerak masif, dan lebih mengutamakan debat terbuka pasangan calon sebagai pengganti acara penuh keramaian tersebut,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×