Reporter: Petrus Dabu | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Indistri Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) memproyeksikan, tahun 2018 ini, industri makanan dan minuman tumbuh lebih dari 10% atau lebih tinggi dari tahun 2017 lalu.
“(Realisasi tahun 2017) perkiraan saya 8%, ini belum final lagi dihitung. Tetapi, sampai kuartal ketiga 2017 rata-rata 8,24%, perkiraan saya sampai kuartal empat 8%,” ujar Adhi Lukman, ketua GAPMMI kepada wartawan di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (30/1).
Realisasi pertumbuhan 2017 lalu ini, menurut Adhi, lebih rendah dari tahun 2016. Namun, untuk tahun 2018 ini, GAPMMI optimistis, indusri makanan dan minuman tumbuh lebih tinggi.
"Kami optimistis. Kunci dari pertumbuhan 2018 adalah koordinasi dalam mengelola kebijakan dan regulasi yang kondusif terlebih tahun ini merupakan tahun politik. Jika itu terjadi, kami bisa tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya," ujarnya.
Beberapa pendorong industri makanan minuman tahun ini, antara lain, terbitnya kebijakan deregulasi yang memudahkan pasokan bahan baku.
Misalnya, terbitnya Peraturan Menteri Pertanian No 38/2017 mengenai Rekomendasi Impor Produk Hortilultura dan Peraturan Menteri Perdagangan No 91/2017 tentang Ketentuan Impor Produk Kehutanan yang memberikan kemudahan bagi pelaku industri untuk memperoleh impor bahan baku produksi dan kemasan.
"Kami melihat Presiden juga serius mewujudkan iklim usaha yang kondusif dengan diterbitkannya Perpres 91/2017 mengenai Percepatan Pelaksanaan Berusaha dan Inpres No 7/2017 mengenai pengendalian kebijakan di lingkup kementerian dan lembaga, yang mengimbau masing-masing institusi untuk berkoordinasi dengan kementerian koordinator dalam menerbitkan kebijakan strategis," ujarnya.
Selain itu, lanjut Adhi, tahun 2018 adalah tahun politik dimana umumnya uang beredar akan meningkat dan diharapkan dapat pula mendongkrak konsumsi makanan dan minuman. Tapi pemeritah perlu memastikan, Pilkada yang dilaksanakan di 171 daerah berlangsung aman dan damai.
Data Kementerian Perindustrian mencatat, industri makanan dan minuman menyumbang 34,95% dari Produk Domestik Bruto (PDB) non-migas pada triwulan III 2017, atau meningkat 4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini sekaligus menjadi kontributor PDB industri tertinggi dibanding sektor lainnya.
Industri makanan dan minuman juga berkontribusi sebesar 6,21% terhadap PDB nasional pada Triwulan III 2017 atau meningkat 3,85% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Dari sisi realisasi investasi, penanaman modal dalam negeri (PMDN) industri makanan dan minuman mencapai Rp 27,92 triliun pada triwulan III 2017 atau meningkat 16,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara untuk penanaman modal asing (PMA) mencapai US$ 1,46 miliar.
Meski optimis tumbuh lebih tinggi, Adhi mengatakan, ada beberapa rancangan kebijakan yang mengganjal bagi industri makanan dan minuman, yakni RUU Sumber Daya Air, rencana pemerintah menerapkan cukai plastik dan minuman pemanis, RPP jaminan produk halal, Bea Masuk Anti Dumping, polietilena tereftalat, dan RUU Karantina.
Pemerintah menurut Adhi harus secara strategis menempatkan Indonesia ke dalam Global Value Chain, sehingga kebijakan yang lebih kompetitif dan efisien sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan industry di dalam negeri.
Adhi berharap pemerintah juga memperhatikan integrasi kebijakan antara sektor hulu dan hilir, karena industri makanan dan minuman melibatkan beberapa institusi pemerintahan misalnya mulai dari hulu yang diatur Kementerian Pertanian, Kementerian Kelauan dan Perikanan, Kementerian LHK serta hulir melalui Kementerian Perindustrian, BPOM hingga Kementerian Kesehatan.
“Kuncinya memang koordinasi, kami siap bekerja sama dengan pemerintah untuk mewujudkan industri makan dan minuman yang berdaya saing di pasar global,” ujarya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News