kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ESDM: Gross split bisa perbaiki investasi migas


Kamis, 23 November 2017 / 18:06 WIB
ESDM: Gross split bisa perbaiki investasi migas


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tetap yakin skema kontrak bagi hasil gross split tetap bisa memperbaiki iklim investasi migas. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar di hadapan para Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IAFMI) menegaskan gross split diyakini menjadi peluang bagi industri nasional penunjang migas di Indonesia.

"Tiga spirit gross split ini akan membawa industri migas lebih efektif dan efisien. Bukan ditujukan untuk industri dalam negeri agar tidak tumbuh. Bukan itu!" kata Arcandra saat berdiskusi dengan para CEO industri Migas di Hotel JS Luwansa, Jakarta pada Rabu (22/11) siang seperti dikutip dari www.esdm.go.id Kamis (23/11).

Menurut Arcandra, ada tiga prinsip dasar dalam penerapan skema gross split, pertama mengenai kepastian (certainty), yaitu parameter pemberian insentif jelas dan terukur sesuai dengan karakter/tingkat kesulitan pengembangan lapangan.

Kedua, sederhana (simplicity), yaitu mendorong bisnis proses Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan SKK Migas lebih sederhana dan akuntabel. Dengan begitu, sistem pengadaan (procurement) tidak terlalu birokratis. Terakhir, efiesien (efficiency), yaitu bisa menghadapi gejolak harga minyak dunia dari waktu ke waktu.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum IAFMI Rudianto Rimbono menyatakan mekanisme gross split dapat membawa dampak baik industri penunjang migas terutama dari peluang atas penggunaan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).

Arcandra menceritakan kronologi lahirnya kebijakan baru tersebut dilatarbelakangi oleh penerimaan negara yang menyusut dibandingkan dengan biaya cost recovery yang dikeluarkan oleh negara. "Dari tahun 1997-2014 penerimaan pemerintah lebih tinggi dari cost recovery, namun 2015 dan 2016 cost recovery lebih tinggi dari penerimaan Pemerintah," sesal Arcandra.

Faktor lain yang jadi perhatian Arcandra atas munculnya gross split adalah Reserve Replacement Ratio/RRR atau Rasio antara Penemuan Cadangan dengan Tingkat Produksi Migas. RRR Indonesia kalah jauh dari Vietnam dengan RRR di atas 150%.

"Kita lebih banyak yang diproduksikan daripada menemukan cadangan. Indonesia hanya menang dari Thailand. Ini bagi bangsa kita, bagaimana reserve replacement ratio bisa di atas 100%?" terangnya.

Arcandra mengakui, sulitnya mengontrol harga minyak dunia jadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah. Akan tetapi, Pemerintah masih punya kendali dalam mengontrol biaya proses bisnis migas. "Yang kita bisa kontrol adalah cost," tegas Arcandra. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×