kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hadapi harmonisasi ASEAN, produsen kosmetik wajib notifikasi ke BPOM


Selasa, 11 Oktober 2011 / 21:47 WIB
ILUSTRASI. Pelajar, ini fungsi dari hati serta penyakit yang menyerang hati.


Reporter: Dani Prasetya | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Industri kosmetika perlu mempelajari prosedur notifikasi produk pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk menghadapi era harmonisasi ASEAN.

Harmonisasi bidang kosmetika (ASEAN Harmonized Regulatory Scheme/AHCRS) telah disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN untuk diterapkan di Indonesia sejak 1 Januari 2011. Harmonisasi bidang kosmetika itu mengharuskan adanya sistem pengawasan produk kosmetika setelah beredar di pasaran (post market surveillance).

Sebelum harmonisasi ASEAN berlaku, produsen atau importir hanya wajib mendaftarkan produk di BPOM sebelum mengedarkan kosmetika di Indonesia. Sistem pengawasan yang berlaku pun menganut kontrol produk sebelum beredar (pre market control).

Setelah era harmonisasi ini berjalan, produsen atau importir harus mengajukan permohonan pengajuan notifikasi pada Kepala BPOM sebelum mengedarkan produknya. Notifikasi itulah nanti yang akan menjadi alat pengawasan pascaperedaran produk.

"Harmonisasi ini mengharuskan adanya standar pada setiap produk dan keahlian pengolahan obat. Sebab, nantinya era ekonomi ASEAN akan membebaskan arus produk, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja," tutur Ketua Umum Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) Nuning S. Barwa, Selasa (11/10).

AHCRS itu sebenarnya telah ditandatangani pada 2 September 2003 oleh 10 negara anggota ASEAN. Harmonisasi itu bertujuan untuk meningkatkan kerja sama penjaminan mutu, keamanan, dan klaim manfaat semua produk kosmetika yang dipasarkan di ASEAN.

Selain itu, AHCRS itu diharapkan mampu menghapus hambatan perdagangan melalui harmonisasi persyaratan teknis. Tujuannya, untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, produktivitas, dan daya saing produk ASEAN di pasar global.

Namun, berbagai pertimbangan terutama terkait kesiapan industri dalam negeri yang wajib memenuhi syarat pada ASEAN Cosmetic Directive, Indonesia baru bisa menerapkan harmonisasi AHCRS pada 1 Januari 2011.

Menurut Nuning, pemerintah telah menerbitkan beberapa peraturan untuk mengawal penerapan harmonisasi itu. Misalnya, Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 1176 tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetika, Permenkes No 1175 tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika, dan beberapa aturan yang diterbitkan BPOM.

Asosiasi yang menaungi 500 perusahaan kosmetika itu berniat memfasilitasi peningkatan daya saing strategis bagi industri dalam negeri terutama industri skala kecil. Caranya, melalui pengembangan industri bahan baku lokal baik kimia maupun berbahan natural serta pengembangan laboratorium terakreditasi yang dapat menjadi mitra industri skala kecil sehingga memiliki produk yang terjamin mutu/keamanan/manfaat.

Selain itu, asosiasi berupaya menjembatani pengembangan sumber daya manusia yang terampil, peningkatan kemitraan dengan pemasok bahan baku/bahan pengemas, serta peningkatan akses pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×