Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Industri di Indonesia sangat tergantung pada fluktuasi nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) karena mayoritas bahan baku masih berasal dari impor. Misalnya, industri farmasi akan sangat berdampak pada pelemahan kurs rupiha karena 90%-95% bahan baku obat dari luar negeri.
Rusdi Rosman, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) mengatakan, efek nilai tukar rupiah akan berpengaruh terhadap beban pokok penjualan alias cost of goods sold (COGS) farmasi. Kedepan, jika rupiah terus tak berdaya terhadap dolar AS maka akan berdampak pada pendapatan usaha. “Kenaikan beban tergantung dari fluktuasinya,” kata Rusdi, kepada KONTAN, Rabu (9/12).
Sependapat, Vidjongtius, Direktur Keuangan dan Sekretaris Perusahaan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) pergerakan kurs rupiah yang tidak stabil dan cenderung melemah sangat sulit menentukan biaya operasional. “Kalbe Farma akan mempertahankan sumber kas internal dari cadangan US$ untuk pendaan impor,” jelasnya.
Para pemain bisnis farmasi ini tidak dapat memprediksi nilai kurs rupiah terhadap dolar AS di tahun 2016. Namun, Rusdi mengharapkan, rupiah berada di level Rp 12.500 per dolar AS untuk tetap menjaga pertumbuhan bisnis Farmasi. Jika rupiah di level Rp 13.000 per dolar AS akan membuat sesak kinerja usaha. “Laba bisa pas-pasan,” tambah Rusdi.
Rusdi memprediksi secara umum bisnis farmasi masih akan tumbuh sekitar 11% di tahun 2016 dengan asumsi ekonomi membaik dan daya beli yang naik. Sedangkan, Kimia Farma menargetkan akan tumbuh 16% di tahun mendatang. Strategi perusahaan dengan memperbesar bisnis ke sektor hilir.
Misalnya, KAEF akan memanfaatkan dan meningkatkan jumlah apotik dan klinik di tahun mendatang, karena cara ini efektif untuk meningkatkan penjualan ke konsumen. Rusdi menambahkan, masih ada ruang bagi industri farmasi untuk tumbuh di tahun mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News