kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri makanan dan minuman menolak bea masuk anti-dumping


Jumat, 20 April 2018 / 10:30 WIB
Industri makanan dan minuman menolak bea masuk anti-dumping


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri makanan dan minuman menolak usulan Asosiasi Produsen Syntetic Fiber Indonesia (APSyFI) terkait bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap polyethylene terephthalate (PET) sebesar 5%-26%. Adanya BMAD akan memberikan kerugian untuk industri makanan dan minuman juga negara.

Sebelumnya, hasil dari investigasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) membuktikan memang ada dumping sehingga memerlukan kebijakan BMAD antara 5% sampai 26%. Usulan BMAD tersebut kemudian diajukan kepada Kementerian Perdagangan (Kemdag).

Jurubicara Forum Lintas Asosiasi Industri Makanan dan Minuman (FLAIMM) Rachmat Hidayat menyatakan rekomendasi KADI ke Kemdag akan berimbas pada industri makanan dan minuman. Sejauh ini industri tersebut  telah menyokong pertumbuhan ekonomi negara melalui pajak, devisa hasil ekspor, investor, dan penyerapan tenaga kerja. "Tahun 2016, industri makanan dan minuman sanggup mencatatkan nilai ekspor setara US$ 26,3 miliar atau surplus US$ 16,8 miliar”, ujar Rahmat Kamis (19/4).

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada tahun 2017 industri makanan dan minuman merupakan penyumbang produk domestik bruto (PDB) dari sektor non migas terbesar yaitu, 34,34%.Menurut Rachmat, apabila BMAD disetujui pemerintah, akan merugikan kepentingan nasional. Dengan pengenaan BMAD menyebabkan produksi semakin mahal, harga jual naik, permintaan menurun yang akhirnya berimbas pada pendapatan negara. "Melihat kebutuhan PET sebesar 200.000 ton per tahun  jelas itu merugikan," ujarnya.

Sementara, Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menunjukkan pengenaan BMAD akan memberikan dampak pada industri maupun negara. Direktur Riset CORE Indonesia Pieter Abdullah Redjalam memprediksikan, jika BMAD diterapkan, tahun 2018 akan terjadi penurunan volume permintaan sekitar 11%-12%. "Perubahan itu  berakibat menurunnya penyerapan tenaga kerja lebih dari 9.000 orang," ujarnya.

Efek dominonya, akan berdampak pada penurunan penerimaan pajak penghasilan pemerintah. Pieter menghitung, penurunan pendapatan negara sekitar Rp 230 miliar pada tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×