kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri pengolahan ikan mulai tertekan


Selasa, 15 Januari 2013 / 08:18 WIB
Industri pengolahan ikan mulai tertekan
ILUSTRASI. Ada beberapa ciri kanker payudara yang perlu Anda ketahui.


Reporter: Handoyo | Editor: Sandy Baskoro

JAKARTA. Gelombang tinggi di sebagian perairan Indonesia yang terjadi belakangan ini mengancam industri pengolahan ikan. Pasokan bahan baku ikan berpotensi menyusut karena sebagian besar nelayan berhenti melaut.

Jumlah nelayan yang masih tetap melaut sangat sedikit. Dari sekitar 250.000 nelayan di Jawa, hanya 5% yang masih berani melaut. "Itu terpaksa dilakukan karena tidak ada pekerjaan lain," ujar Budi Laksana, Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI).

Pendapatan nelayan punĀ  menurun tajam. Budi membandingkan, saat normal, para nelayan mendapat penghasilan Rp 20.000 hingga Rp 30.000 per hari. Kini akibat cuaca ekstrim, pendapatan nelayan anjlok hingga 70%. Budi tak menyebut rata-rata hasil tangkapan ikan nelayan per hari.

Nelayan yang masih beroperasi adalah yang menggunakan kapal berkapasitas 30 gross ton (GT). Nelayan dengan kapal di bawah 5 GT atau dikenal dengan kapal getek praktis absen melaut.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Thomas Darmawan mengatakan, produksi ikan yang paling terkena dampak adalah jenis lemuru yang berada di sekitar Selat Bali. "Oleh sebab itu perlu ada antisipasi, jangan sampai industri terganggu walau saat ini masih aman," ujar Thomas.

Selain lemuru, beberapa jenis ikan yang pasokannya berkurang saat ini adalah tuna dan cakalang.

Saat ini, pengusaha memang masih punya stok bahan baku yang tersimpan dalam cold storage. Tapi kapasitas tempat penyimpanan itu juga terbatas, mulai dari satu minggu hingga satu bulan. Padahal, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi cuaca ekstrim yang mengakibatkan gelombang tinggi ini berlanjut hingga 18 Maret 2013. Makanya, industri pengolahan ikan berharap pemerintah tetap membuka keran impor ikan.

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Saut Hutagalung mengatakan stok ikan di cold storage masih cukup sampai akhir bulan ini. Artinya, di Februari bisa jadiĀ  industri pengolahan ikan akan kekurangan bahan baku.

Permintaan bahan baku ikan, khususnya untuk sarden cukup besar. Apalagi Indonesia saat ini gencar mempromosikan produk olahan perikanan ke negara seperti Timur Tengah dan Afrika. Dengan kondisi cuaca ekstrem, "Suplai ikan lokal drop saat ini," ungkap Adi Surya, Ketua Harian Asosiasi Pengalengan Ikan Indonesia (APIKI). Harga ikan lokal lebih murah ketimbang ikan impor.

Kesegarannya juga terjaga. Untuk jenis ikan lemuru, misalnya, harga impor berkisar Rp 7.000 per kilogram (kg). Sedangkan ikan lemuru lokal hanya senilai Rp 5.000 per kg.

APIKI mencatat, kapasitas terpasang industri pengolahan ikan dalam negeri mencapai 230.000 ton-250.000 ton per tahun. Tapi utilisasinya hanya 160.000 ton per tahun.

Menurut KKP, nilai ekspor produk perikanan di 2012 diproyeksikan US$ 3,90 miliar, sedang impor US$ 520 juta. Dari jumlah itu, neraca perdagangan produk perikanan sepanjang tahun lalu surplus US$ 3,38 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×