kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Industri tekstil butuh proteksi pemerintah


Senin, 22 Mei 2017 / 10:54 WIB
Industri tekstil butuh proteksi pemerintah


Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Bisnis tekstil masih kusut. Sejumlah pelaku industri tekstil mencatatkan penurunan bottom line pada kuartal I 2017. Padahal, tak semua pencapaian penjualan mereka turun.

Paling tidak, tiga perusahaan tekstil harus rela mengantongi untung lebih tipis sepanjang triwulan pertama tahun ini. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk alias laba bersih PT Pan Brothers Tbk menyusut 35,31% menjadi US$ 2,18 juta.

Lalu, laba bersih PT Eratex Djaja Tbk turun hampir dua kali lipat, menjadi US$ 319.757. Adapun PT Trisula International Tbk mencuil laba bersih Rp 3,33 miliar, atau merosot hampir tiga kali lipa ketimbang kuartal I 2016.

Patut dicatat, dari tiga perusahaan itu hanya penjualan Trisula yang turun. Sementara penjualan alias top line Eratex dan Pan Brothers sebenarnya masih tumbuh.

Nasib tiga perusahaan tersebut masih lebih beruntung ketimbang PT Asia Pacific Fibers Tbk. Pertumbuhan pendapatan 13,08% menjadi US$ 100,29 juta tak mampu mengangkat kinerja bottom line Asia Pacific. Jangankan naik, rugi bersih mereka justru bertambah 50,59% menjadi US$ 6,34 juta.

Asia Pacific mengaku tertekan biaya bahan baku sejak awal tahun. Sementara, perusahaan berkode saham POLY di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu tak bisa mengompensasinya dengan mengerek harga jual. Alasan mereka, daya beli juga sedang lesu.

Selain itu, biaya energi menyebabkan produksi Asia Pacific tak efisien. "Ini sebetulnya alarm untuk pemerintah agar segera meresmikan roadmap industri tekstil," ujar Prama Yudha Amdan, Corporate Communication PT Asia Pacific Fibers Tbk saat dihubungi KONTAN, Jumat (19/5) pekan lalu.

Senada seirama, Ernovian G. Ismy, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia, mengatakan, biaya energi berupa listrik dan gas membebani industri tekstil. Pada saat bersamaan, upah pekerja yang terus meningkat membikin sektor padat karya itu menanggung beban yang semakin tinggi.

Nyatanya, dua tantangan industri tekstil tadi sudah berlangsung selama lima tahun terakhir. "Perlu ada proteksi juga untuk produk antara sampai hilir," tandas Ernovian kepada KONTAN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×