kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Merek fesyen global kian menjamur di Indonesia


Senin, 30 Mei 2016 / 12:46 WIB
Merek fesyen global kian menjamur di Indonesia


Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pasar Indonesia bersiap kebanjiran banyak merek fesyen global. Sejumlah peritel fesyen global berencana menancapkan kuku di pasar domestik. 

Salah satunya adalah Al-Futtaim. Salah satu peritel asal Uni Emirat Arab ini berencana mengoptimalkan lini bisnis di Indonesia. Apalagi pebisnis ini baru menutup sepuluh ritel fesyen di negeri Singapura. 

Salah satu alasannya adalah biaya sewa mal di Indonesia lebih murah ketimbang Singapura. 

"Jika saya tidak bisa mendapatkan harga yang pas dengan pemilik mal, saya lebih tertarik berinvesasi di Indonesia, Malaysia, atau Thailand," kata Christophe Cann, Chief Executive Officer Al-Futtaim seperti dikutip Business Times belum lama berselang (30/4).

Saat ini, Al Futtaim sudah punya 850 gerai di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Sekitar 125 gerai tersebar di Singapura. Lainnya ada di Malaysia, Thailand, Indonesia serta Vietnam.

Di Indonesia, Al-Futtaim menjadi distributor merek Ted Baker, Bebe, Roxy, Quicksilver, Vince Camuta dan Cache Cache. Sayang, Cann tidak merinci ekspansi lebih lanjut ke pasar lokal.

Selain Al-Futtaim, menurut Rosaline Stella Lie, Direktur Ritel Savills Indonesia kepada KONTAN, Minggu (29/5), masih ada lagi beberapa merek fesyen global siap merambah pasar lokal. Salah satunya adalah LC Waikiki asal Turki.

Memang, dalam keterangan resmi perusahaan ini, Indonesia menjadi salah satu ekspansi LC Waikiki selain negara India, Tunisia, Kenya dan Aljazair. "Selain itu masih ada lagi beberapa merek global yang tengah mencari mitra lokal," kata Stella.

Anton Sitorus, Direktur dan Kepala Riset dan Konsultan Savills Indonesia menyebut makin diliriknya Indonesia oleh merek fesyen global lantaran populasi kelas menengah yang besar. 

"Bila Hermes memandang Indonesia pasar potensial, tapi Zara, Mango, Uniqlo atau H&M memandang Indonesia sebagai pasar yang utama," tuturnya.

Tak heran bila peritel yang membawa merek fesyen kelas menengah atas menyerbu pasar Indonesia. 

Menurut Fetty Kwartati, Sekretaris Perusahaan PT Mira Adiperkasa Tbk, hal ini adalah lumrah. Apalagi Singapura selama ini menjadi patokan peritel dunia bila ingin ekspansi ke Indonesia. 

"Biasanya bila ada merek yang sukses di Singapura juga sukses di Indonesia," katanya kepada KONTAN.

Sebagai peritel yang membawahi banyak merek global, Mitra Adiperkasa juga turut menyeleksi mana merek yang bisa bertahan dan mana yang tidak di pasar domestik. 

Menurut Fetty, pihaknya saban tahun kerap mencoret beberapa merek global yang kurang laku di pasar lokal. Begitu pula untuk tahun ini. Namun untuk identitas merek apa yang bakal MAPI coret, ia tidak bersedia mengungkapkannya.

Yang jelas ini adalah strategi Mitra Adiperkasa supaya kinerja bisnis tetap terjaga. Adapun untuk tahun ini, peritel dengan kode saham MAPI ini belum akan menambah merek anyar. Saat ini, peritel ini mengelola sekitar 150 merek global.

Adapun CT Corp yang mengelola Trans Fashion mengaku siap bersaing. 

“Kami siap berkompetisi karena kami sudah tahu pasar Indonesia. Kami tentu akan berbenah dan mengikuti perkembangan fashion,” kata Satria Hamid, General Manager PT Trans Retail Indonesia (Transmart Carrefour)

Saat ini Trans Fashion  sudah memiliki 25 merek global Seperti Hugo Boss, Etlenne Aigner, Tods, Versace, Tommy Hilfiger, Valentino, Brioni, Jimmy Choo, Furla, Giorgio Armani, dan Mango.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×