kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasca penerapan HET, beras medium sulit ditemukan


Rabu, 13 Desember 2017 / 20:10 WIB
Pasca penerapan HET, beras medium sulit ditemukan


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah Harga Eceran Tertinggi (HET) beras ditetapkan sejak 1 September lalu, produksi beras medium terus menurun. Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Sadar Subagyo mengatakan, hal ini dikarenakan aturan mengenai HET tersebut mendorong penggilingan untuk lebih memproduksi beras premium dibandingkan medium.

"Saat ini terjadi perubahan yang mendasar. Kalau menggunakan aturan yang sekarang, untuk beras premium maksimal butir patahnya 15%, padahal dulu butir patah beras premium 5%. Kan penggilingan lebih memilih produksi beras premium," ujar Sadar, Rabu (13/12).

Menurutnya, saat ini memproduksi beras premium pun lebih menguntungkan. Pasalnya, harga gabah melonjak naik akibat produksi yang menurun.

Menurutnya, Harga Gabah Kering Panen (GKP) berubah setiap harinya. Harga gabah pada Selasa (12/12) sudah mencapai Rp 4.900 per kg dengan rendeman sekitar 50%.

Sadar berpendapat, sejak awal penerapan HET tidak memiliki dasar, sehingga harus dievaluasi. Dengan adanya HET ini, penggilingan pun harus menyesuaikan harga dengan HET.

"Kebijakan HET pada akhirnya itu menghantam petani karena penggilingan tidak mau rugi, pasti dia akan menekan harga pembelian di petani," terang Sadar.

Hal senada pun disampaikan oleh Ketua Umum Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang, Zulkifli Rasyid. Menurutnya, semenjak penerapan HET, beras medium sulit ditemukan di pasar. Bahkan, pasokan beras ke Pasar Induk Cipinang berkurang drastis.

Menurutnya harga gabah kering panen saat ini bisa mencapai Rp 5.400-Rp 5.600 per kg. Sementara dengan rendeman 50%, harga beras yang diproduksi bisa mencapai Rp 11.000 per kg. "Dengan begini beras medium akan semakin sulit dicari, sementara beras medium adalah satu-satunya jenis beras yang dikonsumsi oleh kalangan menengah ke bawah atau sekitar 70%," kata Zulkifli.

Menurut Zulkifli, saat ini Perum Bulog sudah berupaya untuk melakukan operasi pasar, termasuk ke PIBC. Sejauh ini beras yang sudah digelontorkan untuk PIBC sekitar 15.000 ton. Dalam 1 bulan ini, melalui operasi pasar, harga eceran beras tersebut sebesar Rp 8.100 per kg.

Tak hanya itu, menurut Zulkifli, beras medium hanya dimiliki oleh Bulog sebanyak 1,2 juta ton. Sementara, beras yang dimiliki oleh Perum Bulog harus digunakan untuk Rastra, yang tidak bisa diperjualbelikan.

"Menteri mengatakan ini cukup, tetapi kenyataannya memprihatinkan. Kita harus terbuka sekarang. Saatnya kita berbicara, kalau kita tidak memiliki beras medium, kita harus impor," terang Zulkifli.

Sementara itu, Agung Hendriadi, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, menampik berkurangnya beras medium akibat penggilingan yang beralih memproduksi beras premium, namun karena gabah yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. "Tidak ada beras medium karena saat panen gabahnya bagus, maka beras yang dihasilkan beras premium," kata Agung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×