kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perusahaan migas bimbang menentukan gross split


Rabu, 15 Maret 2017 / 08:21 WIB
Perusahaan migas bimbang menentukan gross split


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ) berencana mengajukan amendemen kontrak bagi hasil gross split di Blok ONWJ. Saat ini bagi hasil yang diperoleh Pertamina dengan memakai skema gross split adalah 57,5% untuk minyak, dan 62,5% dari gas. Pemerintah akan mendapatkan bagian 42,5% dari minyak, dan 37,5% dari gas.

Meski bagi hasil sudah lebih besar, PHE ONWJ masih merasa kurang ekonomis. Untuk itu PHE ONWJ ingin pemerintah menambah lagi splitnya. Asal tahu saja, di Blok ONWJ Pertamina mendapat perpanjangan kontrak dari Januari 2017-Januari 2038. Kontrak perpanjangan itu mengubah dari kontrak bagi hasil (PSC) cost recovery menjadi PSC gross split.

Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan, pihaknya masih mencoba melakukan evaluasi kemungkinan penerapan program-program efisiensi. Jika masih ada peluang efisiensi tanpa mengurangi produksi di ONWJ, kemungkinan Pertamina ONWJ tidak perlu tambahan split. "Kalau sudah tidak ada lagi peluang efisiensi, tapi keekonomiannya tidak masuk tentu kami akan mengajukan usulan penambahan split," ungkap dia kepada KONTAN, Selasa (14/3).

Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE) R. Gunung Sardjono Hadi mengatakan, PHE ONWJ tengah mengevaluasi nilai keekonomian proyek ONWJ. Hasil evaluasi ini akan menentukan langkah PHE ONWJ untuk mengajukan amandemen kontrak di bidang migas.

Hasil evaluasi diharapkan selesai cepat. Oleh karena itu, PHE bisa segera mengajukan proposal ke pemerintah untuk memperbaiki keekonomian ONWJ. "Itu mungkin saja. Semua tergantung hasil akhir evaluasi," kata Gunung.

Dalam evaluasi itu, PHE ONWJ tengah mencoba membandingkan antara model PSC cost recovery dengan gross split. Pertamina mengharapkan keekonomian kedua skema kontrak bagi hasil tersebut bisa sama. "Kami berharap dengan berubah menjadi gross split, keekonomiannya tidak berubah," jelas Gunung.

Sementara itu, pemerintah terbuka jika Pertamina ingin melakukan amandemen kontrak yang sudah diteken pada 18 Januari 2017. Saat itu Pertamina setuju menggunakan skema gross split yang bagi hasilnya berbeda dengan memakai PSC cost recovery. "Dikatakan tidak ekonomis, ya, sudah ajukan dulu (proposalnya)," kata Tunggal, Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM.

Pri Agung, Pengamat Energi, mengatakan, angka bagi hasil gross split yang dikeluarkan pemerintah itu memang hampir sebagian besar ke depan pasti tidak menjadi ekonomis. "Tak bisa ditentukan di depan" ungkap dia.

Dia menilai, wajar jika PHE ONWJ meminta amandemen, karena Permen ESDM No 8/2017 itu tidak benar. "Maksudnya dalam hitungan ekonomis itu, dasar angka-angka di permen itu masih dipertanyakan," ungkap dia.

Dia menyarankan, agar permen itu direvisi dan memasukan ketentuan peralihan, sebab PHE ONWJ sudah melakukan investasi dengan dasar kontrak PSC cost recovery, namun tiba-tiba pada Januri 2017 diminta memakai cost recovery. "Seharusnya masih tetap boleh memakai cost recovery beberapa tahun," saran Pri Agung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×