kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.001,22   7,62   0.77%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ponsel menengah masih tetap laris


Sabtu, 17 Februari 2018 / 17:50 WIB
Ponsel menengah masih tetap laris


Reporter: Agung Hidayat, Andy Dwijayanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pangsa pasar telepon pintar (smartphone) kelas menengah bawah atau mid-end diprediksi di dalam negeri tidak pernah sepi peminat. Tak heran, bila produsen smartphone berlomba-lomba mengembangkan segmen pasar ini.

Tidak hanya didominasi pabrikan asal Korea Selatan atau China, produsen ponsel pintar lokal tercatat telah banyak mencuil pangsa pasar tersebut. Salah satunya Advan, dengan merilis ponsel pintar G2 seharga Rp 2,49 juta per unit.

Tjandra Lianto, Direktur Marketing Advan menargetkan, ponsel pintar G2 dapat membukukan penjualan sebanyak 5.000 unit per bulan. "Fenomenanya, brand sekarang ini lagi masuk ke lini menengah, ujar Tjandra, Kamis (15/2).

Tahun ini Advan tidak akan terlalu tinggi mematok target penjualan. Persaingan yang sangat ketat antar vendor, menyebabkan Advan hanya membidik pertumbuhan penjualan antara 10%-15%.

Persaingan yang sengit di penjualan ponsel segmen mid-end, memaksa pabrikan Lenovo-Motorola melakukan inovasi produk. Tidak hanya dari sisi produk dengan fitur-fitur baru, melainkan juga promosi.Adrie R Suhadi, Country Lead Lenovo Mobile Business Group Indonesia menyampaikan, pihaknya telah memberikan penawaran khusus untuk menggenjot penjualan.

Akhir tahun lalu, pihaknya menggelar promo Motober yang digelar di sembilan kota di Indonesia. Promosi ini diklaim sukses menggenjot penjualan sejak akhir tahun lalu hingga awal tahun 2018. "Promo akhir tahun untuk Motorola kemarin (penjualan) mengalami kenaikan antara 20% sampai 30% setiap bulan sampai dengan Januari," ujar Adrie.

Sebelumnya, Ali Soebroto Ketua Umum Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia (AIPTI) melihat, melonjaknya permintaan ponsel kelas menengah ini karena efek dari kompetisi bisnis para vendor. Kalau dulu mereka menyita energi untuk memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), saat ini para vendor mempunyai banyak waktu mengembangkan produk yang ramah terhadap pasar, ujar Ali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×