kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Program bahan bakar nabati bisa berjalan Oktober


Selasa, 10 September 2013 / 09:30 WIB
Program bahan bakar nabati bisa berjalan Oktober
ILUSTRASI. Mie Goreng Ayam Geprek (dok/Fibercreme)


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Beleid keharusan (mandatory) mencampur bahan bakar nabati (BBN) untuk pemakaian bahan bakar minyak (BBM) non subsidi sektor transportasi rupanya tidak berjalan mulus. Seharusnya, aturan ini mulai berlaku 1 September 2013. Namun, realisasinya terus molor.

Asal tahu saja, kewajiban pencampuran bioetanol sebanyak 1% pada BBM non subsidi dirilis pemerintah dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 25/ 2013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga BBN.

Dadan Kusdiana, Direktur Bioenergi Kementerian ESDM bilang, ada dua masalah yang menghambat pelaksanaannya. "Sekarang ini masih tahap persiapan, seperti produksi bioetanol dan fasilitas blending (formulasi dan pencampuran)," katanya, Senin (9/9).

Menurut Dadan, baru PT AKR Corporindo Tbk yang sudah memiliki fasilitas terminal pencampuran BBM dengan bioetanol. PT Pertamina baru tahap merevitalisasi fasilitas pencampuran ini.

Adapun PT Shell Indonesia masih menyelesaikan pembangunan fasilitas terminalnya. "Sesegera mungkin tapi ada hal teknis yang perlu dikerjakan," kata Inggita Notosusanto, Communications Manager Shell Indonesia.

Adapun Kebutuhan bioethanol untuk campuran BBM non public services obligation (PSO) hingga Desember 2013 mencapai 2.500 kiloliter (kl). Sedangkan di 2014, jumlahnya bisa mencapai 164.000 kl. Lantaran kewajiban ini akan diperluas ke sektor industri.

Meski produksi bioetanol masih nihil, Dadan optimistis kebijakan ini bisa terlaksana bulan depan. Sebab, saat itu, produsen bioetanol, PT Perkebunan Nusantara X, siap memproduksi.

Paulus Tjakrawan, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mengatakan, tidak adanya perusahaan yang memproduksi bioetanol karena harga indeks pasar yang ditetapkan pemerintah masih rendah, yakni berkisar Rp 6.000 per liter. Sedangkan beban pokok produksi yang harus dikeluarkan pengusaha masih di atas ketentuan harga tersebut. "Kesiapan produksi kami tentu menunggu adanya harga indeks yang layak," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×