Reporter: Nurmayanti |
JAKARTA. PT Holcim Indonesia menginvestasikan US$ 10 juta untuk proyek bahan Mekanisme Pembangunan Bersih atau Clean Development Mechanis, (CDM). Pada proyek ini Holcim berupaya mengurangi emisi karbon dioksida (CO2) melalui penggantian bahan bakar batu bara ke limbah pertanian seperti sekam dan cangkang kelapa sawit dalam proses produksi semennya.
Dengan program ini, Holcim berencana mengurangi emisi CO2 hingga 516.000 ton per tahun. Jumlah ini setara dengan pengurangan bahan bakar batu bara sebesar 200.000 ton, atau 4% dari total konsumsi bahan bakar batu bara dalam proses produksi Holcim selama setahun. "Dengan angka sebesar itu, biaya maupun bahan bakar fosil dapat dihemat secara signifikan," kata Country Manager Geocyle Indonesia, anak perusahaan PT Holcim Indonesia Tbk Vincent Aloysius, Rabu (17/12).
Proyek baru Holcim dimulai pada September 2008. Nantinya, Holcim menargetkan akan mengurangi CO2 sebanyak 192.000. Sebenarnya, proyek pengurangan emisi bukan hal baru. Sejak 1990 pabrik Holcim di seluruh dunia mampu mengurangi emisi CO2 per ton semen sebanyak 16,3%. Dan pada 2010, Holcim menargetkan dapat mengurangi CO2 per ton menjadi 20%. Sementara selama 2002-2007, Holcim Indonesia mampu menekan emisi sampai 12%.
Saat ini, Holcim Indonesia mengoperasikan dua pabrik yaitu di Narogong, Jawa Barat, dan Cilacap, Jawa Tengah. PT Holcim Indonesia Tbk yang sahamnya 77,33% dimiliki Holderfin BV Ltd, anak perusahaan Holcim Ltd telah mendapatkan untung dari pengurangan CO2.
Tahun lalu, Holcim telah membeli 85.000 ton biomass antara lain sekam padi, gergajian kayu, dan cangkang sawit dari masyarakat. Rencananya, jumlah pembelian akan terus naik setiap tahun. Keberhasilan Holcim tak lepas dari penggunaan biomass yang dibeli dari petani dan pengolahan kayu di Pulau Jawa sebagai bahan bakar alternatif.
Corporate Communication Manager PT Holcim Indonesia Tbk Budi Primawan. Dengan pengurangan emisi ini, Holcim mendapat kredit karbon dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC karena berhasil memenuhi ketentuan CDM. CDM ditetapkan untuk membantu negara-negara berkembang melalui program pembangunan berkelanjutan dan juga membantu negara-negara industri agar mereka dapat memenuhi target emisi gas rumah kaca yang ditetapkan dalam Protokol Kyoto.
Lembaga Dunia ini menetapkan setiap 1 ton CO2 seharga US$ 10. Artinya, jika Holcim Indonesia dapat mengurangi CO2 rata-rata 516.000 per tahun, mereka bakal mendapatkan penggantian materil sebesar Rp 62 miliar. "Keuntungan itu tidak masuk ke perusahaan, tetapi kembali digunakan untuk kegiatan Geocycle yang khusus menangani limbah," ujarnya.
Holcim memperoleh bahan bakar alternatif dari limbah sekam padi, cangkang sawit, dan gergaji kayu dari tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Limbah ini kemudian dibakar dan dibiarkan membusuk dapat menghasilkan gas rumah kaca seperti metana, karbon dioksida, dan nitrogen oksida.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News