Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasokan dan realisasi Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) masih menjadi kendala untuk mengerek utilisasi produksi di industri kaca. Sementara dari sisi pemasaran, tekanan permintaan membayangi di tengah peningkatan kapasitas produksi kaca nasional.
Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan mengungkapkan produsen di industri kaca sedang fokus untuk menjaga tingkat utilisasi. Yustinus menjelaskan, stabilitas utilisasi sangat penting bagi industri kaca, karena mesti mempertahankan operasional peleburan pada suhu tinggi sekitar 1.650 derajat celcius.
Dus, realisasi kebijakan HGBT sangat penting bagi operasional produksi industri kaca.
"Karakter industri ini yang proses produksi harus non stop menyebabkan seluruh pelaku usaha sangat rentan terdampak ketidakpastian pasokan gas dengan skema HGBT yang pelaksanaannya belum efektif," ungkap Yustinus saat dihubungi Kontan.co.id beberapa hari lalu.
Industri kaca merupakan bagian dari tujuh sektor yang menjadi sasaran penerima HGBT. Dalam kebijakan ini, harga gas bumi sebagai bahan bakar dipatok sebesar US$ 7 per million british thermal unit (MMBTU), sedangkan untuk bahan baku sebesar US$ 6,5 per MMBTU.
Baca Juga: Industri Kaca Ingin Jaga Utilisasi pada Semester II, Ini Peluang dan Tantangannya
Dewan Penasehat AKLP Putra Narjadin menambahkan, terdapat ketidakpastian harga dan penurunan kuota gas yang hanya sekitar 70% dari kebutuhan. Akibatnya, beberapa pabrik harus membeli gas di atas kuota dengan harga regasifikasi yang lebih mahal. Membuat harga gas rata?rata yang dibayarkan mencapai di atas US$ 12 per MMBTU.
Kondisi ini bakal berdampak pada utilisasi produksi. "Diperkirakan utilisasi 2025 akan di bawah 70% jika situasi pasar lesu dan ketidakpastian pasokan gas yang mengakibatkan harga berfluktuasi terus berlanjut. Sudah ada laporan beberapa pabrik-pabrik kaca bekerja di bawah kapasitas," kata Putra.
AKLP memproyeksikan tingkat utilisasi tahun 2025 akan berada di level 70% - 75%. Putra memperkirakan utilisasi pada semester I-2025 sedikit di bawah target tersebut. Persoalan pasokan dan realisasi HGBT juga dirasakan oleh industri gelas kaca.
Ketua Asosiasi Produsen Gelas Kaca Indonesia (APGI) Henry T. Susanto mengungkapkan, utilisasi industri gelas kaca pada semester I-2025 sudah menyentuh level 70%. Merosot dari posisi semester I-2024, yang kala itu masih di level 72%.
"Masalah utama di industri gelas adalah karena ketidak pastian supply gas dan kuota gas, yang menyebabkan harga tidak pasti. Banyak pabrik hanya berproduksi sesuai kuota gas yang diberikan. Hal ini menyebabkan utilisasi rendah," kata Henry.
Pemakaian gas dalam kuota dikenakan harga gas sebesar US$ 7 per mmbtu. Namun kelebihan pemakaian di atas kuota dikenakan biaya gas sebesar US$ 16.77 per mmbtu. Lebih dari dua kali lipat harga gas normal atau HGBT.
Menurut Henry, pasar industri gelas sebenarnya sudah mulai menunjukkan perbaikan pada April 2025. Tetapi berbagai dinamika geopolitik dan ekonomi, termasuk perang tarif, telah membawa kekhawatiran bagi prospek industri gelas di sisa tahun ini.
Baca Juga: Kendala Industri Kaca pada 2025: Gas Murah Tersendat, Permintaan Melambat
Dus, fokus pelaku industri adalah bisa menjaga tingkat utilisasi. Sembari berharap adanya perbaikan kondisi ekonomi dan pasar di dalam negeri maupun ekspor. "Kami tidak berharap terlalu banyak untuk tahun ini. Utilisasi 70% sudah cukup baik," tandas Henry.
Sedangkan untuk produk industri kaca lembaran, sekitar 60%-65% dari produksi biasanya terserap oleh pasar dalam negeri, terutama untuk sektor properti dan otomotif. Sekitar 35%-40% produksi ditujukan ke pasar ekspor terutama ke Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, Oceania dan Afrika.
Tapi dengan situasi saat ini, perlambatan permintaan masih membayangi. Tantangan lainnya adalah biaya logistik yang mahal serta persaingan dengan produk-produk impor yang beralih ke pasar Indonesia. AKLP pun melihat outlook industri kaca lembaran dan pengaman pada semester II-2025 secara berhati-hati.
Tapi, AKLP mengidentifikasi peluang dari potensi perbaikan pada semester II-2025. "Jika pemerintah menggenjot proyek-proyek infrastruktur pada sebagai upaya stimulus ekonomi, ini bisa sedikit mendongkrak permintaan kaca lembaran untuk proyek konstruksi besar," kata Putra.
Guna mengantisipasi efek geo politik dan perang tarif, Putra juga meminta agar pemerintah mengambil sikap pro-aktif untuk melindungi industri dalam negeri. Di antaranya dengan konsisten menjalankan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib untuk seluruh produk kaca.
Baca Juga: Prospek Industri Kaca pada 2025 Terkendala Pasokan Gas dan Penurunan Permintaan
Yustinus menambahkan, bergabungnya Indonesia ke blok ekonomi BRICS diharapkan akan bisa membuka pasar baru bagi produk industri kaca. Hanya saja, dia mengingatkan bahwa kepastian volume pasokan dan harga gas akan sangat berpengaruh terhadap daya saing produk kaca asal Indonesia.
Di sisi lain, industri kaca menghadapi situasi yang cukup kompleks lantaran kapasitas produksi nasional akan naik signifikan, sejalan dengan operasional pabrik baru, terutama dari KCC Glass dan Xinyi. Yustinus memperkirakan, kapasitas produksi nasional akan menembus sekitar 2,7 juta ton per tahun pada akhir 2025. Adapun, kapasitas terpasang per Juni 2025 berada di level 2 juta ton.
Seiring penambahan kapasitas produksi, Yustinus berharap akses ke pasar ekspor akan semakin luas, serta ada penguatan pasar dalam negeri. Salah satu potensi permintaan datang dari beroperasinya sejumlah pabrik seperti pabrik BYD pada tahun depan.
Peluang lainnya adalah permintaan produk kaca lembaran hemat energi, yang penggunaannya bisa menurunkan beban pendingin atau beban pemanas ruangan.
"Indonesia mampu dan berkapasitas besar untuk kaca jenis hemat energi ini. Tapi kunci utama adalah daya saing. Ini sangat bergantung pada realisasi HGBT," ungkap Yustinus yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB).
Selanjutnya: Daftar Harga Emas Hari Ini di Pegadaian Senin (14/7) UBS dan GALERI 24
Menarik Dibaca: 3 Kunci Sukses Kalori Defisit untuk Pemula yang Mau Diet Sehat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News