Reporter: Dupla Kartini |
JAKARTA. Meski memiliki banyak khasiat, tapi jamur yang bernama latin Ganoderma lucidum ini jarang dikosumsi layaknya jamur konsumsi lainnya, sebab rasanya pahit dan pedas. Sehingga biasanya dipakai industri farmasi sebagai bahan herbal. Tak heran, perusahaan farmasi di dunia menghadirkan inovasi produk suplemen dari bahan Lingzhi.
Di tanah air sendiri, Lingzhi masih jarang dikonsumsi karena rasanya yang kurang bersahabat. Sehingga untuk meningkatkan daya jualnya, lahirlah ide inovasi produk berbahan jamur berwarna kuning kemerahan ini.
Salah satunya, M. Angwar asal Gunung Kidul yang mengolah produk berbahan Lingzhi sejak 2003. Awal ketertarikannya berinovasi dengan jamur ini karena melihat terbatasnya pengonsumsi lingzhi di tanah air akibat rasanya yang tidak enak. Padahal, sebagai peneliti, Angwar melihat potensi besar dari jamur ini untuk memelihara dan memulihkan kesehatan.
Dari hasil inovasi Angwar, munculah produk olahan Lingzhi berbentuk sirup. Supaya tidak mengurangi khasiatnya, dia menggunakan campuran fruktosa atau gula rendah lemak. "Agar tidak merusak bahan bioaktif di dalam jamur, proses produksinya mengikuti standar cara pembuatan obat tradisional benar (CPOTB)," sebutnya. Selain sirup, dia juga membuat inovasi lain dalam bentuk teh dan kapsul.
Angwar mendatangkan jamur dalam kondisi setengah kering dari Kaliurang seharga Rp 200.000 hingga Rp 250.000 per kilogram. Jamur yang masih berbentuk rimpang atau bunga jamur dipotong seukuran kubus 1 cm, lalu, dijadikan bentuk tepung memakai mesin penepung.
Selanjutnya, tepung disterilisasi dengan oven sehingga kadar airnya di bawah 4 persen supaya mikroba tidak bisa tumbuh. Kemudian tepung inilah yang diolah menjadi bentuk sirup, teh, dan kapsul.
Untuk olahan sirup, tepung jamur dilarutkan dengan air, kemudian dipanaskan pada suhu 50 derajat celcius. Kemudian, dipress sehingga terpisah sari dan ampasnya. Sari yang terkumpul kemudian dicampur dengan fruktosa, lalu dimasukkan ke dalam botol kaca berukuran 600 ml, dan dipasteurisasi supaya lebih awet.
Sedangkan untuk olahan teh, Angwar menambahkan daun jeruk nipis ke dalam racikan agar rasanya lebih enak. Sementara untuk kapsul, tepung jamur langsung dimasukkan ke dalam kapsulnya.
Angwar menjual sirup lingzhi seharga Rp 25.000 per botol. Sedangkan untuk kapsul isi 30 biji dijual Rp 30.000 - Rp 40.000 per botol, dan teh herbal Rp 20.000 per kotak isi 15 sachet.
Menurutnya, karena berupa produk herbal yang tidak tahan lama, sehingga dia hanya memproduksi sesuai permintaan dan menyediakan sedikit stok. Permintaan sejauh ini baru dari wilayah Yogya, Jakarta, dan Pekanbaru, dan jumlahnya tidak menentu.
Karena produk ini belum banyak dikenal masyarakat, sehingga dalam sebulan Anwar bilang permintaan yang datang baru berkisar 100 - 300 botol sirup. Sementara untuk teh herbal 300-400 kotak, dan penjualan kapsul 100 - 200 botol dalam sebulan.
Dari penjualan ini, minimal Angwar bisa mengumpulkan omset Rp 11,5 juta sebulan. "Marginnya kecil, hanya 10% sampai 15%, karena bahan jamurnya memang mahal," ujarnya. Meski begitu, dia mengaku kapasitas produksi sirup bisa mencapai 100 botol perhari.
Peluang ke depan di bisnis ini menurutnya jelas bagus. Sebab, pemainnya masih sedikit, sementara diperkirakan permintaan bakal terus meningkat seriring pengenalan orang akan khasiat dan inovasi jamur lingzhi.
Sehingga untuk meningkatkan pemasaran, dilakukannya lewat internet, pameran, dan distributor. Saat ini, Angwar juga dalam proses perizinan mendapatkan sertifikat TR dari Badan POM. "Tujuannya agar produk ini bisa jadi bagian dari resep dokter. Selama ini saya baru memiliki izin industri kecil," katanya.
Supaya bisa bersaing, dia juga terus melakukan inovasi produk berkonsultasi dengan apoteker rekanannya. Yang masih dalam proses, inovasi sirup lingzhie dengan campuran madu. Selain, itu dia juga bakal mempercantik kemasan produk olahan jamur ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News