kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.914.000   -10.000   -0,52%
  • USD/IDR 16.291   14,00   0,09%
  • IDX 7.140   43,32   0,61%
  • KOMPAS100 1.026   0,52   0,05%
  • LQ45 779   2,15   0,28%
  • ISSI 234   0,17   0,07%
  • IDX30 402   1,16   0,29%
  • IDXHIDIV20 463   0,95   0,21%
  • IDX80 115   0,26   0,23%
  • IDXV30 117   0,40   0,34%
  • IDXQ30 129   -0,04   -0,03%

Kementerian ESDM Buka Suara Soal Investor China Lirik Industri Aluminium RI


Selasa, 15 Juli 2025 / 17:35 WIB
Kementerian ESDM Buka Suara Soal Investor China Lirik Industri Aluminium RI
ILUSTRASI. Kementerian ESDM menyatakan terbuka terhadap rencana masuknya investor China ke industri hilirisasi bauksit dan aluminium di Indonesia


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan terbuka terhadap rencana masuknya investor China ke industri hilirisasi bauksit dan aluminium di Indonesia.

Namun, Kementerian ESDM menegaskan kunci kelanjutan proyek-proyek smelter yang selama ini mangkrak tetap terletak pada pendanaan.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Tri Winarno mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan resmi terkait rencana investasi baru dari perusahaan-perusahaan China di sektor aluminium. Meski begitu, pemerintah mempersilakan apabila ada investor yang serius dan siap secara finansial.

“Belum (ada laporan masuk). Ya silahkan. Nah dia masalahnya di pendanaan. Kalau misalnya dananya ada kan pasti jalan,” kata Tri saat ditemui di Kompleks DPR RI, Senin (14/7).

Saat ini ada enam proyek smelter bauksit yang masih mandek. Perusahaan-perusahaan yang belum merampungkan kewajibannya telah dikenai sanksi administratif berupa denda. Jika denda tersebut dibayar, maka proyek dapat kembali dilanjutkan tanpa hambatan berarti.

“Mandek kan dia kena denda pembangunan smelter. As long as dia bayar ya sudah,” tambahnya.

Baca Juga: Harga Aluminium Naik Menuju Titik Tertinggi dalam Tiga Bulan

Pelaku Industri Sambut Positif

Rencana ekspansi industri aluminium oleh investor China juga disambut positif oleh Asosiasi Bauksit Indonesia (ABI).

Ketua ABI Ronald Sulistyanto menilai, kehadiran investor asing dapat menjadi solusi bagi stagnasi proyek smelter bauksit di Tanah Air.

“Kita menyambut dengan baik. Tapi pertanyaannya, siapa yang benar-benar serius? Karena yang benar-benar melakukan aksi nyata masih sangat terbatas,” kata Ronald kepada Kontan, Selasa (15/7).

Ronald menyebut, berdasarkan kalkulasi ABI, jika ada 6-7 smelter beroperasi dengan kapasitas 2 juta ton alumina per tahun, maka dibutuhkan sekitar 40 juta ton bijih bauksit sebagai bahan baku. Kebutuhan itu bisa dipenuhi oleh sekitar 40 dari 70 pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) aktif saat ini.

“Kalau investor asing serius, pasti bisa diserap. Ini peluang bagus untuk menyalurkan bauksit domestik yang selama ini tidak bisa diekspor,” katanya.

Perlu Gandeng Lokal

Meski demikian, ABI mengingatkan pentingnya sinergi antara investor asing dan pelaku lokal. Menurut Ronald, keterlibatan mitra lokal dalam proyek-proyek PMA (Penanaman Modal Asing) adalah keharusan, baik untuk mematuhi regulasi maupun untuk menjaga kesinambungan pasokan bahan baku.

“Kalau enggak ada mitra lokal, ya repot. Tetap harus ada keterlibatan domestik dalam kepemilikan maupun operasionalnya,” tegas Ronald.

Tersandung Ketidakpastian Regulasi

ABI juga menyoroti ketidakpastian regulasi yang turut memperlambat perkembangan industri smelter bauksit. Salah satu yang disorot adalah perubahan kebijakan mengenai Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang beralih dari skema tiga tahunan menjadi tahunan.

“Baru mau jalan yang tiga tahun, udah diubah lagi. Pengusaha jadi goyah. Harus punya tiga jantung,” ujar Ronald.

Ronald menjelaskan, kontraktor tambang umumnya menggunakan pembiayaan perbankan dan membutuhkan kepastian operasional jangka menengah. Ketika kebijakan berubah mendadak, maka akses terhadap pendanaan pun terhambat.

“Yang pasti di sini itu justru ketidakpastian,” tandasnya.

Baca Juga: Inalum Waspadai Kenaikan Tarif Impor Aluminium AS

Harga Tak Sesuai HPM

Adapun, masalah lainnya adalah ketidaksesuaian antara Harga Patokan Mineral (HPM) dengan harga pasar aktual. Ronald menyebut, meski pemerintah menetapkan HPM sebagai acuan, transaksi jual beli bauksit di lapangan masih terjadi di bawah harga tersebut. Namun, royalti tetap dikenakan berdasarkan HPM.

“Pemerintah enggak rugi, tapi pengusaha dirugikan. Kalau harga pasar di bawah HPM, seharusnya ada mekanisme koreksi. Kalau tidak, smelter jalan, tapi tambang bisa mati,” ujarnya.

Ronald mendorong adanya sanksi terhadap pembeli yang menawar di bawah HPM, sekaligus kepastian hukum bagi penambang agar mereka dapat berinvestasi dalam praktik tambang yang baik.

ABI berharap, masuknya investor China benar-benar terealisasi dan menghasilkan proyek hilirisasi yang menyerap bauksit lokal serta meningkatkan produksi alumina domestik.

“Kalau tambang bisa hidup kembali, ekonomi daerah ikut bergerak. Kita butuh investasi yang betul-betul jalan, bukan sekadar wacana,” tegas Ronald.

Sebagai informasi, Bloomberg sebelumnya melaporkan sejumlah konglomerat China seperti Tsingshan Holding Group, China Hongqiao Group, dan Shandong Nanshan Aluminium tengah menggelontorkan dana besar untuk membangun pabrik pemurnian aluminium di Indonesia.

Goldman Sachs memperkirakan kapasitas produksi aluminium RI bisa meningkat lima kali lipat pada akhir dekade ini, menyaingi dominasi China di sektor global.

Selanjutnya: CIMB Niaga Tingkatkan Pemahaman Pembiayaan Energi Terbarukan

Menarik Dibaca: Eva Mulia Acne Set: Solusi Perawatan Kulit Berjerawat Sesuai Kebutuhan Kulitmu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×