Reporter: Petrus Dabu | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Tenggat waktu pembayaran utang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) kepada PT Pertamina (Persero) tinggal hitungan hari lagi. Kementerian Keuangan memastikan akan memberi sanksi kepada TPPI bila menyeleweng dari kewajibannya. Deadline pelunasan utang itu jatuh pada 15 Agustus nanti.
Agus Martowardojo, Menteri Keuangan, menegaskan, TPPI wajib melunasi seluruh utang-utangnya. Bukan hanya kepada Pertamina tapi juga ke pada PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), serta Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).
Term sheet restrukturisasi utang TPPI menyebutkan bahwa utang Pertamina sebesar US$ 300 juta plus bunga US$ 23 juta dan utang jual beli kondensat sebesar US$183 juta plus bunga US$ 49 juta. Kemudian, bila dijumlahkan dengan utang-utang ke pemerintah, totalnya mencapai
US$ 575 juta. "Saya sudah menegaskan bahwa TPPI harus bisa menyelesaikan restrukturisasi secara sehat, sehingga tagihan-tagihan dari pemerintah atau perusahaan milik negara bisa terselesaikan," tandas Agus, Kamis (11/8).
Hal ini mengingat, pemerintah dan perusahaan milik negara telah berjasa menghidupkan kembali TPPI. Utang-utang itu sebenarnya telah jatuh tempo sejak November 2009. Namun, masalah ini terus berlarut-larut, dan terakhir ada kesepakatan batas akhir pembayaran utang pada 15 Agustus 2011.
Agus optimistis, TPPI bisa menyelesaikan masalah utang itu. Alasannya, TPPI sudah mendapatkan dukungan dari Deutsche Bank. Bahkan, dukungan itu bukan hanya untuk melunasi utang, tapi juga ekspansi perusahaan kilang minyak tersebut.
Oleh karena itu, Agus berharap, masalah utang itu bisa selesai secara business to business. Dengan demikian, TPPI bisa tumbuh berkembang menjadi perusahaan nasional yang membanggakan. "Tapi, kalau TPPI tidak mau kooperatif, terpaksa harus ditindak tegas," jelas Agus. Sayangnya, Agus enggan membeberkan tindakan tegas yang akan diambil oleh pemerintah jika TPPI tidak melunasi kewajibannya.
Mochammad Harun, Vice President Corporate Communucation Pertamina, bilang, pihaknya siap menerima pembayaran utang dengan liquefied petroleum gas (LPG) dan motor gasoline (mogas) alias bensin dari TPPI. "Tapi, harga harus sesuai dengan mekanisme pasar," tegas Harun.
Itu artinya, Pertamina menolak skema pembayaran utang TPPI melalui penjualan LPG dengan harga CP Aramco plus US$ 140 per metrik ton (MT). Harga itu terlalu mahal, karena banderol LPG Tuban pada Juni hanya US$ 12,96 per MT. "Lebih baik beli LPG di pasaran, yang harganya lebih murah," tandas Harun.
Amir Sambodo, Direktur Utama TPPI. menolak memberikan komentar soal ini. "Saya sekarang nggak bisa kasih komentar karena sudah di-handel Kementerian Keuangan," ujar Amir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News