Reporter: Muhammad Yazid, Diemas Kresna Duta | Editor: Azis Husaini
JAKARTA. Sebanyak 30 perusahaan pertambangan batubara yang tergabung dalam Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) di Sumatera Selatan terpaksa menghentikan produksinya lantaran terhambat operasi pengangkutan menuju pelabuhan. Hal itu terjadi lantaran penerapan aturan daerah terkait pelarangan truk pengangkut batubarayang dilarang melintas jalan umum.
Anggawira, Wakil Sekjen Aspebindo mengatakan, sejumlah perusahaan tidak bisa menyuplai produksinya terhitung sejak 1 Januari silam. Menurut perkiraannya, jumlah pasokan batubara yang terhambat keluar dari Sumatera Selatan sebanyak dua juta ton. "Bahkan, ada sebagian perusahaan anggota kami, yang terkena pinalti karena gagal memasok batubara ke konsumennya," kata dia kepada KONTAN, Minggu (27/1).
Menurutnya, harga rata-rata batubara di wilayah Sumatera Selatan mencapai sekitar Rp 100.000 per ton. Biaya angkutan dari areal pertambangan menuju pelabuhan kurang lebih sama dengan biaya produksi. Alhasil, hingga sekarang ini, potensi kerugian yang diderita pengusaha bisa mencapai Rp 400 miliar.
Seperti diketahui, Gubernur Sumsel Alex Noerdin telah mengeluarkan Peraturan Daerah Sumatera Selatan Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam keputusan itu, gubernur melarang truk pengangkut batubara melintas di jalan umum dan mengalihkannya ke jalan milik PT Servo.
Berdasarkan Perda Nomor 5/2011 Pasal 52 menyatakan, kegiatan pengangkutan batubara lintas kabupaten/kota harus melalui jalan khusus yang ditetapkan dalam keputusan gubernur. Kewajiban ini diberlakukan dua tahun sejak peraturan dirilis Pemprov Sumatera Selatan, artinya mulai diterapkan pada 2013 ini.
Menurut Anggawira, perda tersebut ditandatangani oleh Alex Nordin pada 11 Maret 2011 silam. Dengan begitu, seharusnya pelarangan melintas di jalan umum baru berlaku dua bulan ke depan. "Sebenarnya kami siap untuk menaati Perda, tapi kan seharusnya berlaku Maret depan. Kenapa mulai 1 Januari diterapkan?" imbuhnya.
Jalan belum jadi
Selain itu, lanjut Anggawira, kondisi jalan yang disiapkan PT Servo sekitar 115 kilometer (km) juga tidak memuaskan kalangan pengusaha. Pasalnya, di beberapa titik di jalan tersebut tidak bisa dilalui karena terendam banjir hingga mencapai dua meter, dan masih terdapat jembatan yang belum rampung dibangun.
Bahkan, sebagian besar jalanan tersebut tidak beraspal dan hanya berlapiskan tanah keras yang berdebu. "Jalan PT Servo tidak mungkin bisa dilewati, dan kalau lewat jalan umum akan berhadapan dengan petugas kepolisian. Karena itu, kami lebih memilih menghentikan produksi dan pengangkutan," ujarnya.
Dia menambahkan, saat ini pihaknya tengah berupaya dengan mengadukan persoalan ini ke Kementerian Dalam Negeri. Aspebindo menuntut pemerintah pusat tanggap untuk menyelesaikan masalah ini, yakni dengan mencabut Perda Nomor 5/2011 karena jelas-jelas mengganggu iklim investasi dan usaha pertambangan batubara.
Joko Pramono, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk mengatakan, sejauh ini produksi perusahaannya tidak terganggu dengan penerapan Perda Nomor 5/2011. Sebab, sudah sejak lama perusahaannya menggunakan fasilitas pengangkutan batubara dengan kereta api. "Produksi kami masih tetap stabil dan tidak terganggu pelarangan pengangkutan itu," kata dia.
Boks
Pengusaha batubara menyatakan mereka keberatan atas rencana pemerintah untuk menaikan tarif pinjam pakai kawasan hutan sebesar 33%. Alasannya, kebijakan tersebut jelas akan menambah beban mereka.
Seperti diketahui, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan berencana untuk menaikan tarif sewa hutan yang masuk dalam wilayah kerja pertambangan, dari sebelumnya Rp 3 juta per hektare (ha) menjadi Rp 4 juta per ha.
Kini aturan kenaikan tersebut, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2008 tentang Penggunaan Kawasan Hutan sedang direvisi. Atas rencana tersebut, pengusaha batubara meradang. "Boleh naik asal jangan 33%. Kalau di kisaran 10% sih kami masih bisa menoleransi," kata Supriatna Suhala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI).
Dia bilang, kenaikan itu adalah pukulan baru bagi pengusaha di tengah anjloknya harga batubara. "Biaya operasional bisa naik dan margin bisa turun," kata dia. Belum diperoleh tanggapan Menteri Zulkifli Hasan atas keberatan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News