kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.074.000   -12.000   -0,58%
  • USD/IDR 16.484   -17,00   -0,10%
  • IDX 7.710   81,31   1,07%
  • KOMPAS100 1.079   12,56   1,18%
  • LQ45 781   11,16   1,45%
  • ISSI 266   1,78   0,67%
  • IDX30 405   5,27   1,32%
  • IDXHIDIV20 473   5,07   1,09%
  • IDX80 119   1,31   1,11%
  • IDXV30 130   -0,38   -0,29%
  • IDXQ30 131   1,60   1,23%

40 perusahaan tambang terbesar rugi US$ 27 miliar


Kamis, 09 Juni 2016 / 10:47 WIB
40 perusahaan tambang terbesar rugi US$ 27 miliar


Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Tahun 2015 adalah tahun yang buruk bagi perusahaan pertambangan terbesar di dunia. Menurut laporan tahunan PricewaterhouseCoopers (PwC), 40 perusahaan pertambangan global terbesar mencatat kerugian bersih kolektif yaitu US$ 27 miliar untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Kapitalisasi pasar turun sebesar 37%, yang secara efektif menghapus keuntungan yang diperoleh selama siklus super komoditas.

Jock O’Callaghan, Global Mining leader di PwC mengatakan, tahun lalu merupakan tahun penuh tantangan bagi sektor pertambangan. Penurunan harga komoditas mencapai 25% dibandingkan tahun sebelumnya.

"Ini berarti perusahaan pertambangan harus berupaya keras meningkatkan produktivitas, beberapa di antaranya berjuang untuk bertahan, diikuti dengan pelepasan aset atau penutupan usaha," kata Jock dalam rilis resmi yang diterima KONTAN, Rabu (8/6).

Jock menambahkan, PwC juga melihat bagaimana pemegang saham bersikeras untuk berfokus pada jangka pendek, yang berdampak pada ketersediaan modal untuk diinvestasikan dan mengakibatkan terbatasnya opsi untuk pertumbuhan. “Namun industri ini adalah industri yang tangguh, meskipun perusahaan pertambangan kini sedang mengalami penurunan, namun jelas mereka masih bertahan," paparnya.

Pada tahun 2015, tidak ada perusahaan pertambangan di Indonesia dengan kapitalisasi pasar melebihi US$ 4 miliar, batas terendah agar dapat masuk dalam jajaran 40 perusahaan pertambangan terbesar di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar.

Namun, sejalan dengan industri pertambangan global, perusahaan pertambangan di Indonesia juga berjuang menghadapi penurunan harga komoditas dan menurunnya permintaan dari Tiongkok dan negara berkembang lainnya. Hal ini menyebabkan penurunan yang signifikan atas kinerja keuangan perusahaan pertambangan di Indonesia.

Sacha Winzenried, Lead Adviser for Energy, Utilities & Mining PwC Indonesia, mengatakan kapitalisasi pasar keseluruhan perusahaan pertambangan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) turun 37% dari Rp 255 triliun pada periode yang berakhir pada 31 Desember 2014 menjadi Rp 161 triliun pada periode sama tahun lalu.

Penurunan ini terutama dipicu oleh jatuhnya harga komoditas. Namun, per April 2016, kapitalisasi pasar perusahaan pertambangan yang tercatat di BEI meningkat sebesar 23% menjadi Rp 198 triliun. Ini sejalan dengan kenaikan harga sejumlah komoditas selama empat bulan pertama tahun 2016.

"Yang artinya ada perbaikan keyakinan investor terhadap sektor pertambangan Indonesia mengingat tindakan yang telah dilakukan untuk mengantisipasi dampak penurunan harga komoditas," kata Winzenried.

Meskipun industri ini masih akan terus menghadapi tantangan dan hambatan pasar yang signifikan, Jock lebih lanjut berpendapat, masih ada prospek positif dalam jangka panjang. “Banyak di antara 40 perusahaan pertambangan terbesar menyadari hal apa yang diperlukan agar dapat melalui masa sulit dalam industri pertambangan dan mengerahkan upaya untuk memperoleh manfaat dalam jangka panjang," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×