Reporter: Nurmayanti |
JAKARTA. Pengusaha makanan dan minuman menilai beberapa aturan yang diterbitkan Badan pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) baru-baru ini merepotkan mereka. Mereka juga merasa kesulitan memenuhi peraturan-peraturan tersebut.
Ada lima hal yang menjadi sorotan para pengusaha makanan dan minuman. Tiga diantaranya adalah peraturan mengenai label, pendaftaran merek, dan larangan penggunaan kata superlatif atau melebih-lebihkan dalam merek.
Soal label, BPOM menetapkan, pengusaha harus mengganti label produknya dan mendaftarkan kembali setiap lima tahun sekali. Nomor produksinya juga harus disesuaikan. "Ini artinya kita harus mengganti label di kemasan lama dan membuat kemasan baru lagi," kata Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Thomas Darmawan Jumat (3/7).
Para pengusaha juga memprotes aturan yang mewajibkan perusahaan yang memproduksi satu produk di beberapa lokasi agar mendaftarkan produk ini di masing-masing daerah. Pengusaha usul pendaftaran produk cukup satu kali saja di BPOM pusat.
Thomas bilang, alasan BPOM menetapkan aturan tersebut adalah agar produk tersebut gampang dilacak. "Tapi, ini menyulitkan kami," tandasnya.
Menurut Thomas, Gapmmi telah mengirim surat tiga kali ke BPOM untuk meminta revisi aturan itu. Tapi, lantaran belum ada jawaban, mereka berniat mengirimkan surat lagi. "Kalau tidak mendapat tanggapan juga, kami akan layangkan surat ke Departemen Perindustrian," katanya. Pekan lalu, setidaknya 100 pengusaha makanan dan minuman bertemu untuk membahas aturan BPOM tersebut.
Tapi, para pengusaha harus siap gigit jari. Pasalnya, Hayatie Amal, Direktur Penelitian Keamanan Pangan BPOM justru menegaskan, semua kebijakan BPOM itu sudah melalui rembukan dengan pengusaha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News