Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri hulu migas kini berpacu dengan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang kian masif.
Di tengah tantangan disrupsi energi ini, sektor hulu migas dinilai masih memegang peranan penting. Apalagi, pemerintah memiliki target mencapai produksi 1 juta barel oil per day (bopd) dan 12 Billion Standard Cubic Feet Per Day (BSCFD) pada 2030 mendatang.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, meskipun pengembangan EBT terus terjadi, sektor hulu migas masih memegang porsi cukup signifikan dalam bauran energi nasional. "Seringkali kita bicara migas hanya untuk energi, sekarang migas bukan hanya untuk energi tapi juga bahan baku industri," ungkap Dwi dalam konferensi pers virtual, Jumat (22/4).
Di sisi lain, sektor EBTKE pun masih dihadapkan pada tantangan untuk menghadirkan harga yang terjangkau.
Baca Juga: Produksi dan Lifting Migas Belum Mencapai Target, Ini Penyebabnya
Menurut Dwi, meskipun porsi migas bakal mengecil dalam bauran energi nasional namun secara volume jumlahnya justru meningkat.
Merujuk proyeksi kebutuhan energi Indonesia pada 2050 mendatang, porsi minyak mencapai 20% atau turun dari besaran 29% pada 2020. Kendati demikian, secara konsumsi diprediksi meningkat mencapai 139%.
Sementara itu untuk sektor gas, porsinya memang bakal meningkat dari 21% pada 2020 menjadi 24% pada 2050 mendatang. Konsumsi gas bakal meningkat mencapai 298%.
Dwi melanjutkan, sektor gas bakal berperan dalam transisi energi. Apalagi dengan hadirnya Permen ESDM soal harga gas khusus untuk industri maka kebutuhan gas diprediksi masih memegang peranan signifikan ke depannya.
"Kalau saya kembalikan kepada target 1 juta barel, masih sangat relevan. Kita masih kekurangan di minyak. Kalau di gas jika kita bisa berlebih ini bisa jadi potensi cadangan devisa untuk ekspor," kata Dwi.
Baca Juga: Genjot Produksi Migas, Ini Jurus SKK Migas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News