Reporter: Rashif Usman | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa Indonesia bakal mengalami fenonema La Nina di tahun 2024.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan, terdapat peluang kecil Indonesia akan mengalami fenomena La Nina yang merupakan pemicu anomali iklim basah.
"Berdasarkan dinamika atmosfer tersebut, jumlah curah hujan tahunan 2024 diprediksi umumnya berkisar pada kondisi normal," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan tertulis, Minggu (31/12).
Dwikorita mengungkapkan sejumlah wilayah yang diprediksi mengalami hujan tahunan di atas normal meliputi sebagian kecil Aceh, Sumatra Barat bagian selatan, sebagian kecil Riau, sebagian kecil Kalimantan Selatan, sebagian kecil Gorontalo, sebagian kecil Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat bagian utara, sebagian kecil Sulawesi Selatan, sebagian kecil Papua Barat dan Papua bagian utara.
Melansir situs resmi BMKG, La Nina merupakan fenomena Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya. Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.
Sejumlah emiten kelapa sawit pun kini harus bersiap menghadapi La Nina. Sebab, fenomena ini menjadi salah satu aspek yang dapat mempengaruhi produktivitas sawit.
Baca Juga: Produksi Triputra Agro (TAPG) Turun Tahun Lalu, Simak Rekomendasi Sahamnya
PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) mengatakan, dampak La Nina terhadap produksi crude palm oil (CPO) sangat tergantung dari intensitas dan waktu curah hujan yang terjadi, karena dapat mempengaruhi proses panen tandan buah segar (TBS).
"Intensitas La Nina diharapkan tidak terlalu tinggi, karena bisa mempengaruhi volume produksi CPO pada Tahun 2024," kata Head of Investor Relation Sampoerna Agro, Stefanus Darmagiri kepada Kontan, Rabu (3/1).
Stefanus menjabarkan, adanya potensi keuntungan dan kerugian dari efek La Nina sangat bergantung dari intensitas dan waktu hujan terjadi. Apabila dampak La Nina yang terjadi memiliki intensitas yang tinggi dengan curah hujan yang berlebihan, maka berpotensi terjadi banjir, sehingga dapat menghambat evakuasi panen TBS.
"Hal ini menyebabkan produksi CPO dapat terganggu. Namun, adanya keterbatasan produksi atau supply dari CPO nasional yang disebabkan terjadinya fenomena La Nina dengan intenstias tinggi, dapat memicu kenaikan harga CPO yang dapat meng-offset penurunan volume produksi," ucapnya.
SGRO memiliki sejumlah strategi dalam menghadapi potensi terjadinya La-Nina pada tahun 2024, yakni menerapkan water management system melalui pengelolaan saluran air. Ini dilakukan guna mengantisipasi terjadinya curah hujan dengan intensitas tinggi yang dapat menyebabkan banjir.
"Di samping itu, perusahaan terus melakukan pemeliharaan infrastruktur seperti akses jalan, dan jembatan untuk mencegah terhambatnya evakuasi panen TBS pada saat musim hujan," tambah dia.
Baca Juga: Sampoerna Agro (SGRO) Optimistis Kinerja 2023 Sesuai Target, Simak Rekomendasi Analis
PT Cisadane Sawit Raya Tbk (CSRA) menyatakan, dampak La Nina yang diprediksi terjadi tahun 2024 secara umum tidak langsung berpengaruh terhadap produktivitas kelapa sawit. Pasalnya, dampak dari La Nina baru akan terlihat paling tidak 1-2 tahun setelah La Nina berjalan.
"Fenomena La Nina terhadap sawit lebih banyak positifnya ketimbang negatifnya. Curah hujan yang tinggi menyebabkan banyak terbentuknya bunga (sawit) betina sehingga akan meningkatkan produksi," paparnya.
Iqbal menyebut, adanya La Nina membuat produktivitas sawit justru bisa naik hingga 15% asalkan setiap industri mampu mengelola La Nina dengan baik.
"Antisipasi bila curah hujan berlebih di antaranya dengan pemupukan segera pada awal musim hujan, perawatan penutupan tanah untuk meminimalkan erosi, revitalisasi drainase, pemantauan terhadap serangan hama dan penyesuaian rotasi panen," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News