kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ada wacana perpanjangan PPKM darurat, PHRI harapkan kompensasi keringanan kewajiban


Minggu, 18 Juli 2021 / 20:27 WIB
Ada wacana perpanjangan PPKM darurat, PHRI harapkan kompensasi keringanan kewajiban
ILUSTRASI. Pekerja menggunakan alat pelindung diri saat membersihkan tempat bersantai bagi wisatawan di Hotel Puri Santrian, Sanur, Denpasar, Bali, Kamis (2/7/2020).


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap pemerintah bisa memberi sejumlah kompensasi untuk meringankan beban pelaku usaha hotel apabila kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat diperpanjang nanti.

Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran mengatakan, PHRI pada prinsipnya mendukung rencana perpanjangan PPKM darurat oleh pemerintah demi memutus rantai penularan Covid-19. Meski begitu, PHRI menilai bahwa kebijakan ini juga perlu disertai dengan kompensasi berupa keringanan-keringanan kewajiban bagi pelaku usaha, sebab pembatasan mobilitas pada kebijakan PPKM darurat berdampak pada hilangnya permintaan di sektor perhotelan.

“Hilangnya demand mereka itu karena adanya kebijakan pembatasan mobilitas yang dilakukan oleh pemerintah. Otomatis pemerintah di sini juga harus memikirkan kompensasinya,” kata Maulana saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (16/7).

Seperti diketahui, kebijakan PPKM darurat mewajibkan pelaku perjalanan domestik yang menggunakan mobil pribadi, sepeda motor dan transportasi umum jarak jauh (pesawat udara, bis, kapal laut dan kereta api) harus menunjukkan kartu vaksin (minimal vaksinasi dosis pertama), serta menunjukkan hasil tes PCR H-2 untuk pesawat udara serta Antigen (H-1) untuk moda transportasi mobil pribadi, sepeda motor, bus, kereta api dan kapal laut.

Baca Juga: Kegiatan Usaha dan Daya Beli Masyarakat Masih Melandai

Di sisi lain, fasilitas umum seperti tempat wisata umum juga ditutup sementara, padahal sektor pariwisata merupakan sektor penunjang bisnis sektor perhotelan. Resepsi pernikahan yang selama ini turut menyumbang pendapatan pelaku usaha hotel juga kini ditiadakan selama PPKM darurat menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2021.

Di tengah serangkaian pembatasan-pembatasan itu, tingkat keterisian kamar hotel alias tingkat okupansi nasional, menurut catatan Maulana, juga anjlok ke level 5%-20% selama penerapan PPKM darurat. Padahal, angka rata-rata tingkat okupansi perhotelan di paruh pertama tahun ini mencapai sekitar 35% menurut catatan Maulana.

Walhasil, omset para pelaku usaha menurun drastis di masa PPKM darurat. Padahal, harga kamar perhotelan saat ini sudah turun sekitar 30%-40% dari harga normal. Penurunan harga ini dilakukan oleh para pelaku usaha hotel demi menarik pengunjung di tengah pandemi Covid-19. 

Baca Juga: Jokowi sebut perpanjangan PPKM Darurat hal yang sangat sensitif

Dalam kesukaran-kesukaran di atas, Maulana berharap pemerintah bisa meringankan beban pelaku usaha hotel dengan menunda penagihan atas kewajiban-kewajiban pelaku usaha seperti pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak reklame, dan lain-lain hingga setidaknya tahun 2022 mendatang. Syukur-syukur besaran tagihannya juga bisa dikurangi.

Selain itu, Maulana juga berharap pemerintah bisa mensubsidi gaji pegawai para pelaku usaha serta meniadakan ketentuan biaya minimum untuk pemakaian listrik. “Jadi berapa yang terpakai itu yang dibayar, bukan bayar tarif minimum,” kata Maulana.

Baca Juga: Terdampak PPKM darurat, bisnis perjalanan wisata lumpuh

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×