Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Kejaksaan Agung untuk mengalihkan aset tambang milik tersangka kasus PT Asuransi Jiwasraya Heru Hidayat kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang menimbulkan polemik.
Pasalnya, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) juga mengklaim punya hak serta kepentingan untuk mengelola aset sitaan PT Gunung Bara Utama (GBU) yang tak lain adalah perusahaan tambang milik Heru Hidayat. GBU juga menjadi bagian entitas anak usaha PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM).
Baca Juga: Kepolisian naikkan status perusahaan Benny Tjokro, Hanson International ke penyidikan
Head of Corporate Communicatioan ADRO Febriati Nadira menjelaskan, hubungan ADRO dan TRAM dalam kasus ini berawal dari tahun 2009 silam.
Pada saat itu, anak usaha ADRO yaitu Adaro Capital Ltd (ACL) memberikan pinjaman dana sebesar US$ 100 juta kepada TRAM dengan bunga 12% per tahun dan waktu jatuh tempo 4 tahun sejak pencairan.
Dana tersebut digunakan untuk pembangunan jalur pengangkutan batubara dari tambang milik GBU ke tambang milik ADRO. Pinjaman yang diberikan Adaro Capital kepada TRAM tentu memiliki jaminan.
“Seluruh saham GBU telah digadaikan TRAM kepada Adaro Capital sebagai jaminan terhadap pinjaman tersebut,” kata Febriati ketika dihubungi Kontan, Kamis (5/3).
Baca Juga: Kejagung semakin yakin pembobolan Jiwasraya direncanakan
Perjanjian pinjaman ini telah dilaporkan ADRO kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 9 Juli 2019.
ADRO pun tak tinggal diam. Perusahaan ini akan mengambil langkah-langkah guna mempertahankan hak-haknya berdasarkan hukum yang berlaku. “Kami telah mengirim surat kepada manajemen TRAM untuk mendapatkan klarifikasi dan penegasan,” tegas Febriati.
Dalam berita sebelumnya, manajemen TRAM mengaku belum akan melakukan upaya hukum atas penyitaan aset tambang GBU oleh Kejaksaan. TRAM memilih menunggu kejelasan atas kasus yang menjerat pemegang saham sekaligus Presiden Komisaris TRAM Heru Hidayat.
TRAM juga telah mengirim surat keberatan kepada Kejaksaan Agung pada 2 Maret 2020. Intinya, mereka keberatan karena saham GBU tidak dimiliki langsung oleh Heru Hidayat. Saat ini, saham GBU dimiliki oleh Batu Kaya Berkat sebesar 74,81% dan Black Diamond Energy sebesar 25,19%.
Baca Juga: BPK: Pembahasan soal Jiwasraya tidak sampai ke bailout
Direktur Utama TRAM Soebianto Hidayat melalui keterbukaan informasi BEI, Selasa (3/3), menyebut, penyitaan aset GBU telah mengganggu operasional bisnis perusahaan. Secara umum, TRAM mengalami kesulitan dalam menata dan mengatur arus kas keuangan.
Imbas penyitaan aset GBU membuat mitra penyedia barang dan jasa meminta pembayaran di muka dan menunda pengiriman. Belum lagi, ada pembeli batubara yang juga meminta percepatan pengembalian uang muka.
Keputusan Kejaksaan Agung lantas membuat PT Bukit Asam Tbk (PTBA) selaku BUMN tambang berpeluang menjadi pengelola aset sitaan GBU.
Sekretaris Perusahaan PTBA Hadis Surya Palapa mengaku, sudah ada pembicaraan antara Kementerian BUMN dan PTBA mengenai kemungkinan perusahaan ini diminta untuk menjadi pengawas operasional dan keuangan di GBU.
Baca Juga: BPK umumkan kerugian negara akibat kasus Jiwasraya, Senin pekan depan
Hanya saja, pembahasan itu sendiri masih di tahap awal dan belum detail. “Belum ada pembicaraan, apalagi penugasan, yang meminta PTBA untuk menjadi pengelola,” tukas dia, Kamis (5/3).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News