Reporter: Aprillia Ika | Editor: Didi Rhoseno Ardi
JAKARTA. Kedelai hitam memang tidak setenar pamor kedelai kuning. Namun siapa sangka jika si hitam yang satu ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Gara-gara maraknya industri kecap dan penggemukan sapi, pasar dan harga si hitam selalu terjamin. Tak heran jika para petani kedelai hitam ikut mencecap laba si hitam ini.
Dahulu kala, sebelum zaman pendudukan Belanda, aneka makanan dari kedelai hitam sangat populer. Sayangnya, saat ini, aneka makanan dari kedelai hitam tersebut hanya dikonsumsi pada saat acara pesta adat Jawa. Atau paling banter, untuk dibuat penganan rempeyek. Pasalnya, warnanya yang hitam membuat masyarakat seakan emoh mencicipinya.
Keadaan tersebut berubah sejak tahun 2003 ketika salah satu industri kecap nasional kekurangan pasokan kedelai hitam untuk bahan baku. Sejak saat itu, pamor kedelai hitam seakan pesat menanjak. Banyak petani berbondong menanamnya. Pasalnya, harga kedelai hitam jauh diatas harga kedelai kuning. Lagi pula, untuk urusan pasar, industri kecap nasional dan industri penggemukan sapi masih sangat memerlukannya.
Meningkatnya pendapatan sebagai petani setelah menanam kedelai hitam dirasakan oleh Lulus Kurnianto. Beliau adalah petani kedelai hitam di daerah Nganjuk, Jawa Timur. Sekaligus, ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Bina Usaha Nganjuk. "Saya mulai tanam kedelai hitam sejak tahun 2003. Sampai tahun 2007 lalu, harga kedelai hitam selalu di atas harga kedelai kuning," ujarnya.
Menurut Lulus, jika pada bulan Agustus 2007 lalu harga kedelai kuning mencapai Rp 3500 per kilonya, maka harga kedelai hitam sudah mencapai harga Rp 4500 per kilonya. Dengan demikian, harga kedelai hitam selalu lebih tinggi antara 10% sampai 15% dari kedelai kuning. "Harga kedelai hitam mengikuti standar internasional dan tidak dipermainkan tengkulak," tandasnya.
Menurutnya, pada tahun 2003 sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang consumer goods, Unilever, akan memproduksi kecap merek Bango. Sayangnya, perusahaan tersebut kekurangan stok bahan baku kedelai hitam. Akhirnya, pihak perusahaan dan pihak Universitas Gadjah Mada Jogjakarta (UGM) berhasil membenihkan kedelai hitam unggulan. Lantas, kedua pihak tersebut secara berkesinambungan membina petani-petani kedelai hitam termasuk kelompok Lulus, sekaligus menciptakan pasar kedelai hitam.
Lulus bercerita, pada tahun 2004, lahan kedelai hitam hanya sekitar 14 hektare saja di kelompoknya. Lalu, tahun tahun 2006, kelompok Lulus menanam 30 hektare kedelai hitam dengan hasil rata-rata 1,5 ton per hektare. Sedang tahun 2007, kelompok Lulus berhasil memanen 180 ton kedelai hitam dengan luas lahan 98,25 ha. Dari hasil panen tersebut, 90% nya terserap ke Unilever. Sisanya terserap untuk industri kecap Ikan Dorang dan industri penggemukan sapi,
"Tahun 2008 ini, target tanam kita 150 hektare lahan. Petani yang ikut tanam kita prediksi bertambah dari 300 petani ke 500 petani. Sedang perkiraan hasil panennya rata-rata per hektare 2 ton. Atau sekitar 300 ton tahun 2008 ini," ujar Lulus.
Hasil dari semua petani kedelai hitam binaan Unilever dan UGM ini masih sangat kecil dibandingkan kebutuhan bahan baku kedelai hitam untuk industri kecap Bango yang butuh 1600 ton saban tahunnya. Pasalnya, pasokan dari petani binaan baru mencapai 400 ton saban tahun, atau baru 20% dari jumlah kebutuhan Unilever. Belum lagi untuk kebutuhan industri kecap lainnya dan untuk industri penggemukan sapi. Tak heran jika peluang bertani kedelai hitam masih terbuka lebar.
Dengan ketersediaan pasar yang besar, rata-rata petani di kelompok Lulus menerima keuntungan bersih sebesar Rp 1 juta per hektare per musim tanam. Sementara keuntungan koperasi saban musim panen bisa mencapai Rp 7 juta. Namun, hasil tersebut harus tergerus oleh biaya sortir kedelai hitam yang dikerjakan oleh para ibu.
Lebih lanjut, kelompok Lulus kini juga menjajaki pasar baru. Yaitu pasar bibit kedelai hitam. "Tahun 2008 nanti, kelompok kami bahkan dipercaya untuk melakukan pembenihan. Tentunya secara ekonomis, yang akan kami dapatkan juga besar," lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News