Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Infobip bekerja sama dengan perusahaan riset IDC merilis eBook “The AI Advantage: How Leading Brands Thrive in a 24x7 Customer World". Uni membahas perilaku pelanggan hiper-digital di Asia Pasifik.
Kawasan Asia Pasifik sudah mencapai tingkat mobile-saturated dengan penetrasi seluler di atas 100% di hampir semua negara. Hong Kong sudah mencapai 264%, Singapura 150%, Taiwan 145%, Jepang dan Korea Selatan 140%, Malaysia 130%, hingga Tiongkok 110%. Bahkan di pasar berkembang seperti Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, dan India, angkanya juga melampaui 110%.
Kondisi tersebut melahirkan pola baru: masyarakat terbiasa menggunakan banyak aplikasi pesan sekaligus, WhatsApp, LINE, WeChat, KakaoTalk, Zalo, Viber—dan kerap berpindah platform di tengah percakapan. Mereka menuntut brand merespons cepat, relevan, dan tanpa jeda.
Namun, banyak bisnis masih tertinggal. Laporan Infobip–IDC mencatat, 43% perusahaan di Asia Pasifik mengakui peningkatan pengalaman pelanggan sebagai tantangan utama, terhambat oleh data terfragmentasi, strategi antar-channel yang tidak terhubung, serta biaya tinggi untuk layanan 24 jam di berbagai negara dengan bahasa dan regulasi berbeda.
Baca Juga: CEO Microsoft AI: Jangan Perlakukan AI Seperti Manusia
Laporan itu menilai, solusi ada pada teknologi AI generasi baru, dari generative AI, agentic AI, hingga conversational AI, yang mampu menyederhanakan operasional sekaligus menghadirkan pengalaman pelanggan real-time di setiap titik interaksi.
Nikhil Batra, Senior Research Director IDC Asia Pasifik, memaparkan bahwa diskusi tentang AI di Asia Pasifik sudah bergeser dari ‘perlu atau tidak’ menjadi ‘seberapa cepat dan luas penerapannya’. Pelanggan kini menuntut kepuasan instan yang tak bisa dipenuhi model tradisional.
"Persaingan bukan lagi soal punya AI, tetapi bagaimana brand mengombinasikan teknologi canggih untuk memberikan pengalaman proaktif dan hubungan jangka panjang,” kata Nikhil Batra dalam keterangannya, Senin (25/8).
Hal senada disampaikan Velid Begovic, VP Revenue APAC Infobip, yang menekankan bahwa pelanggan Asia Pasifik hidup dalam budaya zero-wait. Mereka tidak mau menunggu, dialihkan, atau mengulang informasi. Menurutnya, chatbot sederhana tanpa riwayat pelanggan jelas tidak cukup. AI bukan lagi eksperimen, melainkan penggerak utama customer experience.
Baca Juga: Intikom Dorong Penerapan AI Berbasis Etika dan Keamanan untuk Transformasi Bisnis
IDC memprediksi, pada 2028, transaksi pelanggan melalui agen AI di Asia Pasifik akan menembus US$32 miliar. Agen ini mampu otomatis mencari, memilih, dan memutuskan pembelian barang maupun jasa. Untuk menangkap peluang tersebut, investasi perusahaan diperkirakan melampaui US$30 miliar pada 2027 untuk membangun infrastruktur dan platform AI.
IDC juga mencatat, belanja AI untuk layanan pelanggan dan pemasaran di kawasan ini tumbuh dengan CAGR 35% hingga 2029. Bahkan pada 2028, 40% brand B2C menengah diproyeksikan memanfaatkan agen AI untuk menghadirkan layanan eksklusif yang sebelumnya hanya ditawarkan ke pelanggan premium.
Begovic dari menilai, peran AI telah berkembang jauh melampaui sekadar menjawab pertanyaan. Kini, AI mampu bertindak sebagai agen yang mengoordinasikan pertukaran produk lintas platform pesan tanpa campur tangan manual.
Baca Juga: Multipolar (MLPT) Siapkan Strategi Data, Platform, dan Keamanan di Era Agentic AI
Ia menambahkan, generative AI juga bisa menyusun pesan personal dengan bahasa dan nuansa budaya yang tepat, sehingga tantangan utama adalah bagaimana mengubah potensi tersebut menjadi nyata lewat dukungan infrastruktur dan keahlian lokal demi menghadirkan keterlibatan pelanggan 24/7 sebagai keunggulan bisnis.
Sementara itu, Kukuh Prayogi, Business Lead Infobip Indonesia, menyoroti fenomena cart abandonment di e-commerce, ketika konsumen menaruh produk ke keranjang tanpa segera menyelesaikan transaksi. Di AS, perilaku ini diperkirakan menimbulkan kerugian hingga US$18 miliar per tahun. Menurutnya, chatbot berbasis AI justru dapat mengubah momen tersebut menjadi peluang dengan membantu konsumen mengambil keputusan pembelian.
Ia menegaskan, masyarakat Indonesia relatif cepat beradaptasi dengan teknologi baru, termasuk AI. Tantangan utamanya kini bukan lagi soal kesiapan pelanggan, melainkan seberapa cepat bisnis mampu mengintegrasikannya untuk mendorong pertumbuhan.
Selanjutnya: Kasus Asabri, Recapital AM Sebut Belum Terima Surat Panggilan Sidang
Menarik Dibaca: Memasuki Musim Hujan, KAI Sediakan Fasilitas Pengering Payung di 43 Stasiun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News