Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan bahwa utilitas pabrik-pabrik tekstil nasional tergerus akibat importasi pakaian bekas. API pun menyampaikan sejumlah saran dan rekomendasi kepada pemerintah untuk memberantas praktik tersebut.
Ketua Umum API Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun dari trademaps, total impor pakaian bekas ke Indonesia mencapai 25.808 ton.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 24.544 ton di antaranya berasal dari Malaysia. Kemudian, sebanyak 588 ton berasal dari Korea Selatan, 358 ton dari China, 188 ton dari Taiwan, 92 ton dari Jepang, dan 38 ton dari Thailand.
Terkait impor pakaian bekas dari Malaysia, sebenarnya terdapat perbedaan data antara Badan Pusat Statistik (BPS) dengan trademaps. BPS mencatat impor pakaian bekas dari Malaysia ke Indonesia hanya 1,65 ton pada 2022.
Baca Juga: Siap-Siap, Upah Buruh Bakal Berubah Lagi
Namun, menurut trademaps, impor pakaian bekas dari Negeri Jiran mencapai 24.544 ton pada tahun lalu. Trademaps sendiri merupakan data yang dimiliki lembaga dari pemerintahan Malaysia.
“Inilah kenapa disebut ilegal, karena di Indonesia produknya tidak tercatat meski di negara asalnya tercatat,” ujar dia.
Menurut API, impor pakaian bekas berasal dari negara-negara sesama produsen tekstil seperti yang disebutkan tadi. Mereka juga sebenarnya kesulitan menembus pasar Eropa dan Amerika Serikat yang sedang lesu. Alhasil, Indonesia menjadi pasar bagi negara-negara tersebut.
Apalagi, Indonesia memiliki populasi penduduk yang besar dan tren inflasinya tetap terjaga.
Pakaian bekas impor juga ada yang berasal dari negara-negara maju, namun umumnya berupa produk yang sudah tidak layak pakai di negara asalnya. “Kalau pakaian yang benar-benar branded justru tetap diperjualbelikan di negara asal,” imbuh Jemmy.
Baca Juga: Impor Produk Ilegal Masih Mengancam Para Pebisnis Tekstil Tahun Ini
Lantaran impor pakaian bekas merajalela, utilisasi pabrik-pabrik tekstil di Indonesia hanya mencapai kisaran 60%. Industri yang terganggu tidak hanya di sektor hilir saja, melainkan juga di sektor hulu. Sebab, industri tekstil merupakan industri yang terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan antara hulu dengan hilir.
API pun meminta pemerintah untuk terus melakukan tindakan pencegahan dan penegakan hukum atas peraturan impor ilegal.
Selain itu, pemerintah juga diminta memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri, terutama IKM, untuk berkontribusi menyempurnakan regulasi di masa mendatang demi meningkatkan iklim investasi sektor TPT.
“Kami juga berharap pemerintah mulai mempertimbangkan adanya regulator khusus yang mengurusi sektor TPT, karena sandang menjadi salah satu kebutuhan primer,” terang Jemmy.
Lebih lanjut, pemerintah juga diharapkan dapat memberi insentif dan kredit secara digital untuk meningkatkan profesionalisme para pelaku IKM dan UKM.
Baca Juga: Banjir Produk Impor Pakaian Bekas, Pelaku Industri Kecil Garmen Semakin Tertekan
API turut meminta pemerintah mempercepat pengesahan peraturan perlindungan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard untuk produk benang, kain, dan tirai.
Tak ketinggalan, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan yang mengizinkan sisa bahan kain impor dari industri pakaian jadi di Kawasan Berikat agar dapat dimanfaatkan oleh industri kecil sektor TPT.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News