kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akibat pandemi, APPBI: Sudah 20% penyewa yang menutup usahanya


Jumat, 16 Oktober 2020 / 16:48 WIB
Akibat pandemi, APPBI: Sudah 20% penyewa yang menutup usahanya
ILUSTRASI. Suasana sepi terlihat pada sejumlah gerai pusat perbelanjaan di kawasan Mangga Dua, Jakarta Utara, Kamis (1/10/2020).


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengatakan di masa pandemi ini, pihaknya mencatat sejarah dalam penjualan di pusat perbelanjaan. Bukan catatan baik yang didapatkan, pihaknya menuai penurunan omset akibat penutupan sementara selama 3 bulan lebih terhitung sejak Maret hingga pertengahan Juni lalu.

"Banyak yang tidak sanggup meneruskan biaya operasional sehingga tutup permanen. Dan bagian yang kosong ini, tidak terisi oleh peritel baru yang menyewa tempat. Jadi tingkat okupansi pusat perbelanjaan di tahun 2020 hanya berkisar 70% sampai 80%, normalnya 80% sampai 90%," kata Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja dalam diskusi The 2nd MarkPlus Industry Roundtable: Retail Industry Perspective yang berlangsung secara virtual, Jumat (16/10).

Ia mencatat, sampai saat ini penyewa yang menutup usahanya sekitar 10% sampai 20%. Penyewa juga banyak yang membatalkan atau menunda penyewaan karena mall yang masih sepi kunjungan.

Baca Juga: Pandemi Covid-19 mempercepat inovasi digital Matahari Putra Prima (MPPA)

Adapun tingkat penjualan yang terjadi di pusat perbelanjaan hanya tersisa sekitar 30% saja sampai saat ini. "Pemerintah harus bergerak cepat mengangkat daya beli dan membantu Pusat Perbelanjaan untuk bisa bertahan sementara daya beli belum pulih. Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Pusat Perbelanjaan selain berupaya terus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Pusat Perbelanjaan bahwa masyarakat bisa berbelanja dengan aman dan sehat," sambung Alphonzus.

Ia berkata untuk terus bertahan, Pusat Perbelanjaan harus terus menerus menunjukkan keseriusan dan komitmen dalam pemberlakuan dan penerapan Protokol Kesehatan yang ketat, disiplin dan konsisten.

Tak hanya itu, produk - produk bisa dibuat dalam kemasan yang lebih kecil dan penggunaan alternatif bahan baku yang lebih murah agar supaya lebih terjangkau oleh masyarakat yang sedang merosot tajam daya belinya.

Baca Juga: Tingkatkan daya saing UMKM, Kemendag jalin kerjasama dengan Bank BNI

Alphonzus juga berkata saat ini sektor ritel juga terdampak paling buruk walau masih ada penjualan dengan nilai kecil. "Saat ini yang paling terdampak buruk adalah sektor fashion atau apparel. Untuk kategori pakaian sehari - hari masih ada penjualan meski tidak banyak juga. Di masa ini, kekhawatiran lahir dari sisi peritel dan pengelola pusat perbelanjaan," tutup dia.

Selanjutnya: Bank Dunia: UU Cipta Kerja dukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan jangka panjang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×