kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Aktivitas pertambangan dituding jadi penyebab banjir di Kalsel, ini kata Adaro Energy


Kamis, 21 Januari 2021 / 12:42 WIB
Aktivitas pertambangan dituding jadi penyebab banjir di Kalsel, ini kata Adaro Energy
ILUSTRASI. Area pertambangan PT Adaro Indonesia di Tabalong, Kalimantan Selatan


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bencana banjir yang merendam Kalimantan Selatan (Kalsel) diduga tak lepas dari kerusakan lingkungan dan alih fungsi kawasan hutan akibat pertambangan batubara.

Salah satu perusahaan tambang batubara berskala jumbo yang beroperasi di Kalsel adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Melalui anak usahanya, PT Adaro Indonesia, ADRO memiliki konsesi lebih dari 30.000 hektare (ha) di wilayah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.

Head of Corporate Communication ADRO Febriati Nadira tidak secara spesifik menanggapi dugaan aktivitas tambang batubara terhadap bencana banjir di Kalsel. Hanya saja, sebagai kontraktor pemerintah dan perusahaan publik, dia mengklaim bahwa Adaro telah menerapkan prinsip tata kelola pertambangan yang baik (good mining practices)

"Termasuk dalam merehabilitasi daerah aliran sungai (DAS)," kata Nadira kepada Kontan.co.id, Kamis (21/1).

Baca Juga: 70% Lahan Kalsel dikuasai industri ekstraktif, Jatam dan Walhi minta evaluasi izin

Dia melanjutkan, ADRO telah menyerahterimakan sebagian hasil tanaman rehabilitasi DAS kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada September 2020.

Sebagai salah satu pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Nadira juga mengklaim bahwa pihaknya sudah melaksanakan rehabilitasi DAS di luar konsesinya, yaitu di Kabupaten Banjar, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Barito Selatan.

"Sebagai bagian dari upaya pemulihan tutupan lahan yang dapat meningkatkan infiltrasi dan mengurangi potensi banjir," jelas dia.

Dalam melakukan rehabilitasi DAS, imbuhnya, ADRO juga telah melibatkan masyarakat dalam persiapan penanaman, kegiatan penanaman dan pemeliharaannya. Termasuk dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan melalui kelompok Masyarakat Peduli Api (MPA).

"Tahun 2020 Adaro menerima penghargaan Proper Emas yang ketiga kalinya. Menunjukkan kinerja perusahaan luar biasa dan lebih dari yang dipersyaratkan pemerintah (beyond compliance) dalam  pengelolaan lingkungan hidup," ungkap Nadira.

 

Sebagai informasi, Adaro Indonesia merupakan pemegang Perjanjian karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) hingga 1 Oktober 2022. Salah satu pemegang PKP2B generasi pertama itu menjalankan operasi pertambangan batubara di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, dengan luas konsesi mencapai 31.380 ha.

Nadira bilang, bencana banjir yang terjadi di Kalimantan tidak mengganjal aktivitas pertambangan batubara ADRO. "Sampai saat ini site Adaro operasional tetap berjalan lancar karena banjir terjadi di wilayah yang berbeda," ungkapnya.

Terpisah, Pelaksana Harian Direktur Eksekutif  Indonesia Mining Association (IMA) Djoko Widajatno juga mengklaim bahwa anggota IMA yang menambang di Kalsel sudah menjalankan aturan dan kaidah pertambangan, termasuk melakukan reklamasi.

"Tentunya ada tambang lain yang bukan anggota IMA, sehingga sangat sukar untuk dikontrol apakah mereka mengikuti aturan tambang yang benar atau tidak," kata dia kepada Kontan.co.id, Rabu (20/1).

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan bahwa ada 91 produsen batubara yang menjadi anggota APBI di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu, ada 17 perusahaan pemegang PKP2B dan IUP yang berlokasi di Kalsel.

"Sedangkan di Kalsel jumlah pemegang izin saja mencapai lebih dari 180 perusahaan," kata Hendra.

Baca Juga: Ini kata pelaku usaha soal tudingan tambang batubara sebabkan banjir di Kalsel

Tak dipungkiri ketika terjadi suatu bencana banjir atau longsor di wilayah kaya tambang, banyak pihak yang menghubungkan bencana dengan adanya perubahan ekosistem, hingga dikaitkan dengan lubang tambang.

"Dalam hal ini BNPB masih mengkaji apakah ada keterkaitan antara aktivitas tambang tersebut dengan banjir," ungkap Hendra.

Sebelumnya, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengatakan, banjir parah di Kalsel tak lepas dari eksploitasi pertambangan batubara, perkebunan sawit dan industri ekstraktif lainnya yang merampas ruang dan merusak lingkungan.

Merah menjelaskan, dari 3,7 juta ha luas Kalsel, sebanyak 1,2 juta atau 33% lahan di Kalsel dikuasai oleh pertambangan batubara. Lalu, sekitar 620.000 ha atau 17% lahan di Kalsel dikuasai oleh Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit berskala besar.

"Jadi kalau ditotal (luas lahan tambang batubara dan sawit) itu sudah 50% ditambah lagi dengan perizinan industri ekstraktif lainnya," kata Merah kepada Kontan.co.id, Rabu (20/1).

Dari sisi pertambangan saja, Merah menyebutkan, terdapat 789 izin pertambangan batubara. Dari izin yang digelontorkan oleh pemerintah itu, Merah mencatat, 553 merupakan izin pertambangan yang non clean n clear (CnC), sisanya sebanyak 236 Izin Usaha Pertambangan (IUP) berstatus CnC.

"Jadi penyebab utamanya (bencana banjir) menurut kami ya alih fungsi lahan oleh perusahaan tambang," sebut Merah.

Baca Juga: Jatam: Banjir Kalsel karena banyaknya izin tambang batubara dan sawit

Dari seluruh wilayah yang terdampak banjir di Kalsel, Merah menggambarkan tiga daerah yang terkena dampak paling parah. Yakni, Kabupaten Kota Baru yang memiliki area pertambangan sebanyak 17.564 ha. Kemudian, Kabupaten Tanah Laut dengan area pertambangan seluas 19.598 ha dan Tanah Bumbu dengan luasan wilayah tambang 29.674 ha.

Lalu, terdapat lahan bekas tambang terlantar yang belum dilakukan reklamasi maupun rehabilitasi. "Terdapat 30.727 ha di tiga kabupaten yang terdampak paling parah itu," sambung Merah.

Melalui analisis citra satelit yang dilakukan Jatam, terdapat 814 lubang bekas tambang. yang tersebar di tiga kabupaten tersebut. "Lubang-lubang tambang ini berkontribusi terhadap peningkatan kawasan lahan kritis," imbuh Merah.

 

Selanjutnya: Produksi dan penjualan komoditas utama Aneka Tambang (ANTM) ciamik di 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×