Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mengonfirmasi ketidakikutsertaan perusahaan pemegang saham minoritas milik Chairul Tanjung (CT), yakni PT Trans Airways dalam agenda penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue GIAA.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Utama GIAA, Irfan Setiaputra dalam agenda public expose GIAA pada Selasa (27/12).
“Saya ingin menyampaikan bahwa Trans Airways tidak melakukan exercise saham ini sehingga tentu ada konsekuensi. Jadi Trans Airways tidak berpartisipasi dalam rights issue kali ini,” tutur Irfan (27/12).
Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) Resmi Terima PMN Rp 7,5 Triliun
Seperti diketahui, lewat penambahan modal dengan HMETD perusahaan, GIAA menerbitkan sebanyak-banyaknya 63.210.504.593 saham baru seri C atau setara 70,95% dari modal ditempatkan dan disetor penuh pasca rights issue. Nilai nominalnya Rp 196 per saham.
Sebagai pemegang saham utama, pemerintah RI melaksanakan haknya sesuai porsi dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 7,5 triliun. Sementara itu, Trans Airways yang memiliki 7.316.798.262 saham GIAA atau setara 28,27% kepemilikan saham GIAA (data 30 November 2022) memilih untuk ‘absen’ dalam aksi korporasi tersebut.
Dengan menerbitkan 63.210.504.593 saham baru, maka total saham GIAA yang sebelum rights issue berjumlah 25.886.576.254 saham bakal menjadi 89.097.080.847 saham setelah rights issue.
Dus, dengan jumlah kepemilikan saham yang tidak berubah, yakni 7.316.798.262 saham, persentase kepemilikan saham Trans Airways bakal terdilusi dari semula 28,27% menjadi 8,21%.
Sumber dari CT Corp yang menolak disebutkan namanya mengatakan, CT Corp tengah fokus mengalokasikan dananya untuk berbagai lini-lini usaha grup perusahan di sektor perbankan, perhotelan, hingga properti. Itulah sebabnya, CT Corp memilih untuk tidak ikut ambil bagian dalam agenda rights issue GIAA.
“Kami masih ada usaha yang lain loh. Properti kami tambah besar, hotel kami tambah banyak. kami punya perbankan juga Allo Bank kita juga membesar, kami perlu dana ke mana-mana, jadi mungkin enggak ke sana (ambil bagian dalam rights issue) dulu,” tutur sumber anonim tersebut kepada Kontan.co.id, Selasa (27/12).
Meski begitu, sumber CT Corp berujar, tidak menutup kemungkinan CT Corp menambah kepemilikan saham di GIAA pada masa mendatang.
“Kami kan ya bertahaplah kami melihat, kan industri penerbangan juga sekarang kan baru mulai recover sedikit demi sedikit. Kami lihat aja dulu, bisa aja nanti kita masuk juga di situ, bisa aja, why not, tapi kan tidak sekarang,” tuturnya.
Pengamat Pasar Modal, Teguh Hidayat menduga, absennya Trans Airways dalam rights issue GIAA berkaitan dengan polemik penyajian laporan keuangan tahunan GIAA di tahun 2018.
Ketika itu, GIAA mencatatkan pendapatan yang belum direalisasi sebagai pendapatan dalam penyajian laporan keuangan tahun 2018. Penyajian laporan keuangan tersebut, kata Teguh, mendapat penolakan dari pihak perwakilan CT di GIAA.
“Ada 2 yang tidak mau tanda tangan, salah satunya Chairal Tanjung, itu adiknya Pak CT (Chairul Tanjung) yang dijadikan komisaris di Garuda,” tutur Teguh kepada Kontan.co.id, Selasa (27/12).
Dengan adanya kejadian tersebut, keputusan Trans Airways dalam agenda rights issue GIAA, menurut Teguh, menjadi dapat dipahami.
“Menurut saya ya memang kalau misalnya Trans Airways ikut right issue ya saya heran, tapi dengan mereka enggak ikut ya itu wajar,” tuturnya.
Kompas.com pernah mengulas polemik laporan keuangan Garuda tahun 2018 tersebut. Melansir pemberitaan Kompas.com (22/01/2020), Chairal Tanjung dan Dony Oskaria yang kala itu merupakan komisaris dari perwakilan CT Corp kompak menolak untuk menandatangani laporan keuangan tahunan GIAA tahun 2018 dengan alasan adanya ketidaksesuaian standar akuntansi dalam pencatatan pendapatan dari kerja sama Garuda Indonesia Group dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata).
Menurut keduanya, pendapatan dari Mahata sebesar US$ 239,94 juta tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018 lantaran belum direalisasikan. Belakangan, Garuda telah mengoreksi laporan keuangan 2018 tersebut (restatement).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News