kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.321.000   -16.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.675   65,00   0,39%
  • IDX 8.284   131,92   1,62%
  • KOMPAS100 1.151   22,12   1,96%
  • LQ45 828   21,76   2,70%
  • ISSI 292   4,54   1,58%
  • IDX30 434   11,86   2,81%
  • IDXHIDIV20 494   12,54   2,61%
  • IDX80 128   3,09   2,47%
  • IDXV30 137   3,04   2,27%
  • IDXQ30 138   3,65   2,71%

APBI: Beberapa perusahaan akan sulit ikuti aturan BI


Rabu, 28 September 2011 / 09:43 WIB
ILUSTRASI. Reksadana.


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Supriatna Sahala menyatakan aturan Bank Indonesia (BI) mengenai penyetoran hasil ekspor di perbankan domestik akan menjadi persoalan pada beberapa perusahaan yang telanjur terikat perjanjian kredit keuangan dengan bank luar negeri.

Pasalnya, bank luar negeri tersebut ada yang mewajibkan eksportir menyimpan uangnya terlebih dahulu sebelum ada penarikan biaya kreditnya. Menurut dia, BI perlu memberikan kelonggaran dengan memberikan tenggang waktu sesuai perjanjian bagi eksportir tersebut.

"Secara makro ekonomi, aturan BI itu bagus-bagus saja. Namun, ada masalah jika terkait peminjaman pengusaha pada perusahaan finansial di luar negeri," kata Supriatna, Selasa (27/9). Ia juga meyakini bahwa hampir setengah perusahaan anggota APBI sudah dapat menerapkan kebijakan BI tersebut.

"Ada juga yang menggunakan letter of credit (L/C) dalam transaksi ekspornya. Nah, untuk perusahaan yang sudah terikat inilah pemerintah harus mendengar permintaannya. Tapi, anggota kami belum ada yang mengeluhkan kebijakan ini, mungkin masih dipelajari," ujarnya.

Produksi batubara di Indonesia dalam mencapai 370 juta ton per tahun atau senilai USD 29,6 miliar. "Kebutuhan batubara di dalam negeri sekitar 70 juta ton. Harga batu bara berbeda-beda, tergantung jenis dan kualitasnya, rata-ratanya ya sekitar USD 80 per ton," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×