kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

APBI: Kasus tumpang tindih lahan tambang pelik karena libatkan banyak pihak


Selasa, 03 Maret 2020 / 21:05 WIB
APBI: Kasus tumpang tindih lahan tambang pelik karena libatkan banyak pihak
ILUSTRASI. Tumpang tindih lahan pertambangan merupakan masalah yang cukup pelik. ;Sumber foto : www.oneindia.com


Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto

Gugatan yang diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda ini dilakukan seiring diterbitkannya beberapa Sertifikat Hak Guna Usaha oleh Kepala Kantor Pertanahan Kutai Kartanegara kepada PT Sasana Yudha Bhakti.

Lewat Keterbukaan Informasi di BEI, Senin (2/3), Direktur Utama BYAN Low Tuck Kwong menyampaikan, penerbitan sertifikat tersebut menyebabkan terjadinya tumpang tindih dengan wilayah konsensi izin usaha pertambangan yang dimiliki PT TA di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Sebelumnya, kasus tumpang tindih lahan tambang juga dialami oleh Indian Metals & Ferro Alloys (IMFA) bahkan sampai menyeret pemerintah Indonesia ke Forum Arbitrase Internasional di Den Haag, Belanda.

Catatan Kontan, awalnya IMFA melalui cucu usahanya, Indmet Singapore Ltd mengakuisisi 70% saham perusahaan tambang asal Indonesia, PT Sumber Rahayu Indah (SRI) pada Juni 2010.

Baca Juga: BKPM temukan 8 masalah utama yang dihadapi investor di Papua

Akuisisi ini dilakukan lantaran PT SRI sudah punya Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) yang diterbitkan Kabupaten Bupati Timur pada 31 Desember 2019.

Tetapi, pada saat akan memulai eksplorasi di April 2011, Indment Singapore baru mengetahui IUP-OP milik PT SRI tumpang tindih dengan 7 perusahaan tambang lainnya.

Kasus makin runyam karena tumpang tindih juga terjadi secara lintas batas. IUP-OP yang dimiliki PT SRI berada di wilayah Barito Timur, Barito Selatan, dan Tabalong.

IMFA pun sempat menggugat Pemerintah Indonesia senilai US$ 469 juta. Namun, Majelis Arbitrase Internasional menolak gugatan tersebut sehingga Pemerintah Indonesia terhindar dari ancaman pembayaran denda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×