Reporter: Amalia Fitri | Editor: Anna Suci Perwitasari
Melihat aturan tersebut, Hariyadi melihat, pihak yang terkena dampak adalah kelompok UMKM, dibandingkan dengan konsumen dan pemilik platform berbelanja berbasis online.
"Tren atau potensi penurunan penjualan barang impor bisa saja terjadi, namun tidak tahu berapa persen. Sebab, para importir mau tak mau harus melalui jalur biasa, yakni dengan bea masuk tersebut," lanjutnya.
Hariyadi berharap, ke depannya Ditjen Bea dan Cukai akan meminta e-commerce menyerahkan data asal barang yang dijual para penjualnya. Dengan begitu, bea cukai bisa mendeteksi besaran bea masuk dan pajak barang yang harus penjual online bayarkan, sehingga pengenaan bea ke semua barang lebih adil.
Baca Juga: Ada batasan pembebasan bea masuk, Lazada merilis fitur komponen pajak dan bea masuk
Ia menambahkan, pada 2019 lalu sekitar 45 juta kiriman barang yang masuk melalui Batam, sekitar 97% akan dijual kembali ke e-commerce. Dengan pengenaan aturan PMK saat ini, pihak UMKM bisa saja menuai beban mencapai lebih dari Rp 34 triliun.
"Hal tersebut tentu berpotensi mengganggu pasar. Namun saya tidak bilang, impor akan menurun drastis. Hanya saja, perlakuan pengenaan bea seharusnya bisa lebih fair," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News