kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apindo: PMK Nomor 199 Tahun 2019 pukul industri UMKM


Senin, 03 Februari 2020 / 21:14 WIB
Apindo: PMK Nomor 199 Tahun 2019 pukul industri UMKM
ILUSTRASI. Hariyadi Sukamdani Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)


Reporter: Amalia Fitri | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor Barang Kiriman, akan sangat memukul para pelaku usaha UMKM.

Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum Apindo menyatakan, awalnya peraturan tersebut menjadi celah bagi importir untuk menjajakan barang ke platform belanja online.

"Namun sekarang, aturan tersebut dikenakan untuk pembeli barang impor yang barangnya didagangkan lagi. Seharusnya ini dikenakan pada pembeli personal, jadi ini tidak fair," ungkapnya pada Kontan, Senin (3/2).

Sebagai informasi, Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menurunkan nilai pembebasan bea masuk atas impor barang kiriman dari sebelumnya US$ 75 menjadi US$ 3 per paket (consignment note/CN).

Baca Juga: Aturan nilai pembebasan bea masuk tak berpengaruh pada Blibli.com

Artinya, impor barang kiriman senilai US$ 3 bisa dikenakan tarif bea masuk, sedangkan pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI) diberlakukan normal.

Dalam aturan itu, pemerintah juga menurunkan tarif dari semula berkisar 27,5%-37,5%, terdiri atas bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP, dan PPh 20% tanpa NPWP menjadi 17,5%, terdiri atas bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 0%.

Melihat aturan tersebut, Hariyadi melihat, pihak yang terkena dampak adalah kelompok UMKM, dibandingkan dengan konsumen dan pemilik platform berbelanja berbasis online.

"Tren atau potensi penurunan penjualan barang impor bisa saja terjadi, namun tidak tahu berapa persen. Sebab, para importir mau tak mau harus melalui jalur biasa, yakni dengan bea masuk tersebut," lanjutnya.

Hariyadi berharap, ke depannya Ditjen Bea dan Cukai akan meminta e-commerce menyerahkan data asal barang yang dijual para penjualnya. Dengan begitu, bea cukai bisa mendeteksi besaran bea masuk dan pajak barang yang harus penjual online bayarkan, sehingga pengenaan bea ke semua barang lebih adil.

Baca Juga: Ada batasan pembebasan bea masuk, Lazada merilis fitur komponen pajak dan bea masuk

Ia menambahkan, pada 2019 lalu sekitar 45 juta kiriman barang yang masuk melalui Batam, sekitar 97% akan dijual kembali ke e-commerce. Dengan pengenaan aturan PMK saat ini, pihak UMKM bisa saja menuai beban mencapai lebih dari Rp 34 triliun.

"Hal tersebut tentu berpotensi mengganggu pasar. Namun saya tidak bilang, impor akan menurun drastis. Hanya saja, perlakuan pengenaan bea seharusnya bisa lebih fair," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×