kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Apitindo minta industri inspeksi teknik tidak dibuka untuk dimiliki asing


Minggu, 09 Desember 2018 / 22:12 WIB
Apitindo minta industri inspeksi teknik tidak dibuka untuk dimiliki asing
ILUSTRASI. Uang dollar AS


Reporter: Harry Muthahhari | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis sektor perdagangan bidang jasa survei diwacanakan pemerintah menjadi salah satu bisnis yang keluar dari daftar negatif investasi (DNI). Dengan begitu, ketika aturan itu ditetapkan, maka bisnis jasa surveyor di Indonesia bisa dilakukan oleh 100% oleh pemain asing.

Asosiasi Perusahaan Inspeksi Teknik Indonesia (Apitindo) selaku asosiasi yang membawahi perusahaan yang melakukan inspeksi engineering khawatir dengan regulasi itu. Apalagi saat ini industri surveyor dan inspeksi sedang tumbuh baik.

Ketua Umum Apitindo Rudiyanto menjelaskan, selama tiga tahun terakhir ini pertumbuhan industri mencapai 7% sampai 15%. “Industri yang kecil dan menengahnya juga sedang tumbuh positif,” katanya kepada Kontan.co.id pada Minggu (9/12).

Sekedar gambaran, industri inspeksi umumnya memperoleh pendapatan sebesar 1% dari total proyek. Rudiyanto menjelaskan, salah satu anggotanya bahkan ada yang memperoleh pendapatan sebesar Rp 10 triliun dalam satu periode tahun.

Salah satu pemicunya, adalah membaiknya harga komoditas migas, batubara, serta komoditas lainnya. Ditambah, masifnya pembangunan infrastruktur juga memperbesar ruang pasar industri inspeksi itu. Maklum, saat proses pembangunan, proses inspeksi di sektor infrastruktur menjadi bagian penting.

Nah, disaat industri sedang menikmati pertumbuhan positif, kini pemerintah mengeluarkan industri surveyor itu dari DNI. Bagi Rudiyanto, hal itu berpotensi memberikan tekanan besar khususnya bagi pemain bisnis di industri teknik yang skalanya masih menengah dan kecil.

Apalagi dari segi permodalan, pemain asing tentu lebih memiliki modal besar. “Sebab pemain besar memang sudah ada sejak 100 tahun lalu, tentu sudah sangat besar,” tambah Rudiyanto.

Industri dengan skala kecil, tambah Rudiyanto, punya potensi besar untuk hancur. Bahkan yang besar, bakal menikmati lebih sedikit kue pasar yang tersedia.

Kemudian dari sisi tenaga kerja, dikeluarkannya industri inspeksi teknik dari DNI berpotensi adanya persaingan tenaga kerja. Tenaga kerja yang sudah dibangun oleh industri dalam negeri, bisa berpotensi pindah ke pemain asing. Padahal pembentukan tenaga kerja yang kompeten membutuhkan waktu yang cukup lama. “Biasanya mereka mengambil yang sudah siap,” tambahnya.

Bukannya Apitindo anti-asing, tapi kata Rudiyanto setidaknya pertumbuhan positif pemain dalam negeri ini bisa dilindungi dan didukung pemerintah. Apalagi jika menyoroti soal kompetensi, industri dalam negeri sudah banyak yang punya sertifikasi international organization for standardization (ISO).

Apitindo berharap, setidaknya regulasi ini tidak langsung diterapkan atau bisa saja ada aturan-aturan lebih lanjut terkait sektor mana saja yang perlu dilindungi. “Misalnya komoditi yang sifatnya umum seperti tepung beras itu kan bisa dikerjakan oleh pemain dengan skala bisnis yang masih kecil,” jelas Rudiyanto.

Atau bisa juga pemerintah ikut berdiskusi dahulu untuk tidak segera mengaktifkan aturan DNI terbaru itu. Tujuannya, agar industri di dalam negeri yang akan bersaing dengan pemain asing, lebih siap.

Sekedar tahu, saat ini, Apitindo memiliki sekitar 240 anggota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×