Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Industri telekomunikasi yang tergabung dalam Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) kembali meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) peduli terhadap dampak kasus PT Indosat Mega Media (IM2).
Permintaan APJII dan Mastel itu untuk menindaklanjuti surat yang dilayangkan Global System for Mobile Communications Association (GSMA) atawa asosiasi operator selular seluruh dunia kepada Presiden SBY untuk mengintervensi langsung kasus PT IM2, anak usaha PT Indosat Tbk.
Dalam surat resminya kepada Presiden SBY, Direktur Umum GSMA Anne Bouverot mengatakan, intervensi langsung Presiden ini dibutuhkan karena dampak dari putusan Pengadilan Tipikor atas IM2 akan menghalangi dan menunda pemodal untuk memberikan layanan internet. Hal ini berisiko terhadap perekonomian di Indonesia.
“Putusan Tipikor atas IM2 ini tidak hanya berdampak di sektor selular, juga untuk 200 perusahaan Internet Service Provider (ISP) yang memiliki model bisnis serupa dengan IM2. Untuk itu kami sudah menyurati Presiden SBY untuk melakukan intervensi langsung sebagai bentuk keprihatinan kami atas dampak putusan pengadilan Tipikor tersebut,” kata Anne.
Sekjen APJII Sapto Anggoro menilai, surat Direktur Jenderal GSMA Anne Bouverot agar SBY memperhatikan kasus IM2 layak untuk dipertimbangkan. Ini menunjukkan perhatian dari komunitas telekomunikasi internasional terhadap kasus tersebut.
APJII menilai, surat dari GSMA kemungkinan akan dianggap sebelah mata oleh pihak Istana, dengan alasan tidak ingin dituduh mencampuri keputusan hukum.
Namun, melihat kekuatan dari GSMA secara internasional, APJII khawatir masalah tersebut akan mengarah ke arbitrase internasional.
“Kalau itu terjadi, industri telekomunikasi di Indonesia menjadi tidak kondusif untuk investasi. Padahal, saat ini industri ini menyumbang sekitar 12% dari total pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 6% lebih,” kata Sapto dalam keterangan persnya, Jumat (16/8)
APJII khawatir, GSMA bukan satu-satunya pihak yang menyatakan prihatin atas putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengakibatkan dihukumnya Indar Atmanto, mantan Direktur Utama IM2.
“Kami khawatir, komunitas telekomunikasi internasional lainnya juga mendesak pemerintah Indonesia soal kasus tersebut,” jelas Sapto.
Kalau sampai itu terjadi, kata Sapto, maka pertumbuhan ekonomi yang sudah bagus akan berubah negatif ke depannya.
Keputusan vonis Pengadilan Tipikor memang tidak mudah diubah, kecuali melalui banding. Untuk itu, APJII berharap, hakim banding lebih objektif dan mempertimbangkan dengan matang sesuai UU Telekomunikasi No. 36/1999 dan juga PP No. 52 Tahun 2000 dan PP No. 53 Tahun 2000.
Direktur Eksekutif Mastel Eddy Thoyib mengamini hal tersebut. “Sejak jauh hari sebelum kasus ini digulirkan, Mastel telah memberikan warning bahwa kasus ini akan memiliki dampak Internasional yang luas apabila terus di dorong ke arah kriminalisasi, khsususnya di dalam komunitas ICT Internasional,” kata Eddy.
Sebab, menurut Eddy, Indosat dan IM2 serta seluruh operator telekomunikasi di Indonesia merupakan anggota GSMA, yang secara aktif berperan di dalam berbagai badan telekomunikasi internasional seperti ITU, Asia Pacific Telecomunity/APT, Apectel, dan lain-lain,” imbuh dia.
Menurut Eddy, surat yang disampaikan oleh GSMA memberikan kesan sangat buruk bagi kepastian hukum dan keamanan investasi di Indonesia.
Karena itu, Mastel berharap, pemerintah Indonesia secara proaktif "do something" agar kasus ini dapat diselesaikan dengan baik dan membebaskan Indosat, IM2 dan Indar Atmanto dari segala tuduhan.
“Terlalu besar kerugian yang akan dipikul oleh pemerintah apabila kasus ini di dorong lebih jauh oleh Qatar sebagai pemegang saham mayoritas Indosat ke ranah arbitrase internasional,” papar Eddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News