Reporter: Ayu Utami Larasati | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Penolakan pemakaian crude palm oil (CPO) oleh Badan Perlindungan Lingkungan alias Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat (AS), dinilai tidak memiliki dasar kuat oleh Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo).
Para petani kelapa sawit menilai, sikap AS itu akan menjadi noda bagi kebijakan pemerintah yang dipimpin oleh Barack Obama itu. "Setelah kami teliti, data yang digunakan EPA itu adalah salah besar. Mereka bilang, 88% perkebunan kelapa sawit lahan gambut terletak di Sumatera, padahal yang benar 85%, sisanya di Indonesia bagian Timur dan Sulawesi," kata Asmar Arsyad, Ketua Umum Apkasindo, saat dihubungi KONTAN, Kamis (16/2).
Arsyad bilang, Indonesia telah melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk menyelesaikan masalah tersebut. "Minggu lalu, Apkasindo, Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) dan Kementerian Pertanian telah duduk bersama membahas masalah ini," terang Arsyad.
Sikap EPA itu, menurut Arsyad mengemban misi terselubung, yaitu untuk menghentikan dominasi CPO di pasar minyak nabati. Sebab, CPO bisa mengancam pasar minyak nabati lainnya seperti pasar minyak dari biji bunga matahari dan pasar minyak kedelai milik AS.
Agar tidak kalah dalam persaingan, Arsyad menyatakan, AS memakai isu lingkungan untuk mempertanyakan pemakaian 14 juta hektare (ha) lahan perkebunan sawit yang mayoritas ada di Indonesia dan Malaysia. "Kenapa lahan sekecil itu diributkan? Padahal Eropa menebang 284 juta ha hutan untuk ditanami bunga matahari, kedelai, tapi justru dibiarkan saja,” kata Arsyad.
Anehnya, AS melakukan penolakan pembelian CPO hanya untuk kebutuhan bahan biodiesel saja. Sedangkan untuk kebutuhan bahan pangan, Arsyad bilang, pembeli CPO di AS tetap memesannya. "Kalau memang AS dan Eropa masih meributkan hal ini, hentikan saja ekspor CPO ke negara itu, Kita harus berani melawan," kata Arsyad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News